Oleh: Fr. Norbertus Banusu, CMM, M.Pd
(Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba, NTT)
“Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah. Pendidikan tak berhenti di bangunan sekolah saja, tapi juga di rumah, di jalan, dan di mana-mana.” Ki Hajar Dewantara
Kita memperingati dan merefleksikan Hari Pendidikan Nasional 2020 dan Hari Kebangkitan Nasional 2020, di tengah maraknya pandemi Covid-19. Semua insan pendidikan melakukan aktivitas pendidikan dari rumah (working and learning from home) akibat pemberlakuan social distancing di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembatasan aktivitas sosial ini berdampak pada tiadanya aktivitas pembelajaran di sekolah. Para guru dan peserta didik melakukan interaksi pembelajaran dari rumah.
Hal ini menimbulkan semacam kompleksitas, chaos dan kegamangan, karena menjadi sesuatu yang baru. Banyak guru, peserta didik bahkan para orangtua/wali tidak siap dengan situasi yang baru ini. Situasi yang menuntut untuk menemukan cara dan tetap melakukan aktivitas belajar.
Semua insan pendidikan ditantang untuk beradaptasi dengan masalah wabah Covid-19, bangkit dari kesulitan dan tetap survive. Pada situasi working and learning from home juga secara sadar dan terpaksa menghantar orang untuk sampai pada kesadaran terhadap pentingnya mengintegrasi dan mengaplikasikan teknologi dan informasi dalam kehidupan sekarang ini.
Berbagai kebijakan penyelenggara pendidikan bahkan diarahkan untuk sampai pada pembelajaran online yang berbasis teknologi informasi. Akhirnya kita mengakui di balik tragedi pandemi Covid-19, ada berkat tersembunyi yang bisa kita petik bagi pendidikan kita sekarang maupun di masa mendatang.
* “Setiap Orang Menjadi Guru”
Ungkapan Bapak Pendidikan Nasional ini relevan dengan tuntutan pembelajaran di era pendidikan 4.0, sekaligus sangat relevan di masa belajar dari rumah. Setiap guru dan peserta didik menjadi pembelajar mandiri dan life-long learner. Setiap pribadi dituntun menjadi guru bagi diri sendiri dalam berbagai situasi sepanjang hidupnya.
Para pelaku pendidikan yakni para guru, para peserta didik dan para orangtua hendaknya sampai pada kesadaran ini. Andreas Harefa, penulis buku Menjadi Manusia Pembelajar (2000) membagi tiga proses menjadi manusia yakni menjadi manusia yakni: pembelajar (learner), pemimpin (leader) dan yang tertinggi adalah menjadi guru (master). Setiap generasi mestinya memiliki dalam dirinya kemampuan untuk menjadi pembelajar sepanjang hidup, pemimpin untuk dirinya sendiri, dan mampu mewariskan kepada orang lain serta membantu mereka menjadi diri sendiri.
Pandemi Covid-19 secara samar menuntun bahkan sedikit memaksa kita untuk sampai pada kesadaran bahwa kita telah memasuki suatu zaman yang menyediakan banyak perubahan sekaligus kemudahan baru, disruption era. Perkembangan teknologi informasi dan internet sangat berperan penting dan membantu kita di era pendidikan 4.0. Penguasaan terhadap teknologi dan informasi yang tersedia akan memutus ketertinggalan kita. Setiap generasi pembelajar dewasa ini tak bisa abai pada era yang sangat menekankan integrasi teknologi dan informasi dalam aktivitas pembelajaran.
Setiap insan pendidikan baik para guru maupun peserta didik berkesempatan mengakses berbagai informasi pengetahuan dan ketrampilan lewat kemudahan teknologi informasi khususnya internet. Ekplorasi kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, berkreasi dan berinovasi menjadi semakin baik bila sungguh disadari dan dikembangkan di masa sulit ini
Di sisi lain pesatnya perkembangan dewasa ini membentuk sebuah dunia ‘tanpa batas’. Kemudahan akses infomasi melalui teknologi internet menuntun setiap pembelajar berselancar tanpa kontrol. Ilmu pengetahuan bukan menjadi sebuah barang yang bernilai lagi karena kita dengan mudah mendapatkannya dengan cara yang tak terbayangkan di era sebelumnya. Pada level inilah peran guru sebagai manajer pembelajaran bagi para peserta didiknya sangat vital. Guru dipanngil menjadi mentor, pengarah bagi para peserta didik di tengah keterbukaan arus teknologi dan informasi yang disediakan internet.
Setiap orang menjadi guru berimplikasi pada kemadirian belajar, kedewasaan dan tanggungjawab. Munculnya teknologi nirkabel dalam peralatan komunikasi yang kian canggih, sosial media dan dunia hiburan virtual dengan berbagai aplikasi imajinatif, telah membuat umat manusia, khususnya kaum muda, hidup dalam sebuah dunia tanpa batas dan hampir tanpa norma dan etika. Pada tingkat inilah setiap pribadi peserta didik perlu sadar dan menjadi pemimpin dan guru bagi dirinya sendiri. Para peserta didik hendaknya sampai pada sikap kritis yakni memilah dan memilih informasi dan pengetahuan yang benar-benar diperlukan dalam setiap tahap kehidupannya.
* “Setiap Rumah Menjadi Sekolah”
Masa belajar dari rumah pada masa pandemi Covid-19 membawa kita pada esensi pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak dibatasi oleh bangunan gedung sekolah konvensional. Tugas pertama manusia dalam proses menjadi dirinya sendiri adalah menerima tanggungjawab untuk menjadi pembelajar bukan hanya di Gedung sekolah dan perguruan tinggi tetapi lebih penting lagi dalam konteks kehidupan kita.
Filosofi Bapak Pendidikan Nasional ini secara eksplisit menyadarkan peran setiap rumah tangga, keluarga sebagai sekolah pertama dan utama dalam kehidupan ini. Sekolah tidak sekedar aktivitas di sebuah gedung yang disepakati bersama sebagai sebuah sekolah. Sekolah dan belajar mestinya menjadi aktivitas kehidupan yang bertujuan bukan meraih sebuah nilai angka matematis saja, namun harus sampai pada kemampuan menghadapi, menyesuaikan diri, dan memecahkan berbagai problem kehidupannya. Masa belajar di rumah membangkitkan partisipasi aktif orang tua dalam perkembangan peserta didik.
Generasi pembelajar saat ini adalah generasi yang dilahirkan sejak tahun 2000 hingga hari ini. Generasi ini sering disebut generasi Milenial, Gen Z, Net generation, terbaru adalah generasi Alpha. Mereka semua adalah generasi yang benar-benar terkoneksi dengan teknologi multimedia yang canggih.
Ciri dan karakteristik generasi ini antara lain kritis, tidak sabaran, percaya diri/optimis, inovatif dan memunculkan ide-ide baru, tidak suka jadwal yang detil, spontanitas tinggi, komunikasi digital, cara belajar berdasar permintaan atau kebutuhan, berpikir dan berbicara ‘to the point’, dan bersemangat tinggi. Kekhasan karakteristik generasi ini mestinya semakin menjadi perhatian di masa belajar dari rumah akibat pandemi yang membahayakan ini.
Setiap rumah adalah sekolah, berimplikasi pada fleksibitas belajar. Guru dan peserta didik tidak lagi terpasung pada batasan-batasan kurikulum. Materi dan sumber belajar menjadi semakin terbuka dan banyak. Aktivitas pembelajaran dirancang bersama dengan memainkan peran masing-masing bagaikan sebuah aktivitas dalam sebuah rumah tangga. Setiap pribadi memberi sumbangsih dalam penyelesaian masalah dan persoalan kehidupan.
* Panggilan dan Profesionalisme Guru
Dalam situasi dan kondisi apa pun panggilan dan peran seorang guru tetap menjadi penting. Pada era pendidikan 4.0 maupun pada masa pandemi Covid-19 ini, peran guru tetap dibutuhkan. Jika kita terpanggil untuk mendampingi dan melayani generasi pembelajar dewasa ini, maka kita harus mau belajar untuk memahami karakteristik dan perubahan-perubahan yang terjadi.
Peserta didik tidak semata-mata disalahkan, karena yang mereka lakukan dan pikirkan adalah dampak dari perubahan-perubahan di dunia. Hal penting yang diperlukan adalah pemahaman dan pendampingan yang total terhadap perkembangan mereka. Semua stakeholder pendidikan perlu memberikan dukungan, dorongan dan fasilitas kepada para guru maupun peserta didik untuk berkembang ke arah yang lebih baik.
Seorang guru idealnya berperan sebagai model, mentor dan motivator. Sosok Model, mentor dan motivator ini dapat terwujud dalam bentuk, cara dan pendekatan seperti: mengambil inisiatif untuk memulai, menjangkau peserta didik di ‘ruang’ mereka.
Memahami budaya mereka seperti waktu, tempat, bahasa dan norma-norma yang mereka anut. Membaca buku-buku mereka, dengarkan musik mereka, pelajari permainan mereka, sebagai pintu masuk pendekatan peserta didik. Membangun kesamaan, menjalani pengalaman bersama, namun tidak kehilangan pengendalian diri.
Lakukan hal-hal kecil bersama mereka, akan membantu mendekatkan kita dengan dunia mereka. Melibatkan diri untuk mendekatkan teaching moment, sehingga bisa membantu mereka. Membangun relasi yakni menjadi kawan dan sahabat bagi mereka. Dengan merefleksikan Hari Pendidikan dan Kebangkitan Nasional 2020, mestinya menghantar kita untuk menjadi generasi inovatif dan kreatif dalam kehidupan. (*)
COMMENTS