MANADO, JP- Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, terancam digugat
salah seorang Praja Sulut Jurgen Ernest Paat (17) melalui kuasa hukumnya Sofyan Jimmy Yosadi SH.
Hal ini terkait keputusan pemecatan terhadap Praja Sulut asal Kelurahan Matani Satu Lingkungan 1 Kecamatan Tomohon Tengah, Kota Tomohon tersebut oleh Lembaga Pendidikan Tinggi Kedinasan dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
“Saya mendapat kuasa dari Praja Sulut Jurgen Paat untuk menggugat Rektor IPDN Jatinangor,” ujar Sofyan kepada wartawan dalam konperensi pers di Restouran Bastianos, Kawasan Megamas, Manado, Kamis (21/01/2021).
Pengacara handal Sulut ini menjelaskan, tanggal 19 November 2020 kliennya Jurgen Paat bersama 5 Praja Sulut lainnya dipecat dari IPDN karena telah melakukan kekerasan terhadap salah seorang Praja Sulut (nama dirahasikan redaksi demi kenyamanan korban).
Pemecatan itu, lanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Rektor IPDN nomor 880-539 Tahun 2020 tertanggal 19 November 2021 tentang Pemberhentian sebagai Institut Pemerintahan Dalam Negeri atas nama Madya Praja Jurgen Ernest Paat NPP. 30.1301 asal Pendaftaran Provinsi Sulawesi Utara.
“Sebenarnya ada 6 Praja Sulut dipecat dan 1 Praja Sulut turun pangkat, salah satunya klien kami (Jurgen Ernest Paat, red). Tapi klien kami tidak terima dipecat karena dia tidak melakukan kekerasan terhadap korban,” katanya.
Sofyan mengatakan, kliennya merupakan Praja termuda se-Indonesia dan berprestasi sehingga tidak mungkin melakukan kekerasan.
“Belum lagi ayahnya seorang Pendeta dan ibunya guru yang tentu memberikan pendidikan yang baik dan benar kepada klien kami,” jelasnya.
Menurut pengacara yang malang melintang di banyak organisasi ini, ada yang diduga telah dilanggar dari IPDN. Pertama, memecat Jurgen Paat tanpa ada kesalahan yang dilakukan. Kedua, mekanismr pemecatan berlangsung sangat singkat dalam hitungan jam. Ketiga, perlakuan terhadap Jurgen Paat tidak manusiawi.
“Bayangkan, tanggal 19 November 2020 klien kami diperiksa Komisi Disiplin dari jam 6 sore sampe jam 7 malam. Setelah diperiksa langsung ke lapangan dan dilangsung dipecat. Bahkan pemeriksaan dilakukan secara terbuka. Padahal sesui aturan mekanisme sampai pemecatan berlangsung lama bukan satu hari dan berlangsung tertutup. Mirisnya lagi setelah dipecat malam itu juga dikeluarkan dari IPDN sehingga klirn kami telantar di Kantor Penghubung di Jakarta. Jelas ini perlakuan tidak manusiawi apalagi di tengah pandemi Covid-19,” bebernya.
Apalagi, lanjut Wakil Sekjen DPP Persaudaraan Penasehat Hukum Indonesia (PERADI) ini, korban sendiri sudah mengakui kalau Jurgen Paat bukan pelaku kekerasan terhadapnya.
“Korban sendiri mengaku bahwa klien kami tidak memukul dia. Dan ada surat pernyataan dari yang bersangkutan (Korban, red) yang menegaskan klien kami bukan pelaku. Terlebih keduanya berteman baik. Tapi yang aneh klien kami justru yang dipecat,” tukasnya.
Atas dasar itu, tegas Sofyan, demi keadilan dirinya akan segera mendaftarakan gugatan ke PTUN Bandung.
“Kami akan layangkan gugatan ke PTUN Bandung karena lokusnya di sana. Dan ini akan jadi yang pertama kali di Indonesia,” paparnya.
Wakil Ketua Umum Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC) seluruh Indonesia ini menyebut, ada 2 tuntutan dari rencana gugatan tersebut.
“Tuntutan kami adalah Rektor IPDN harus mencabut SK tersebut dan mengembalikan klien kami sebagai Praja IPDN sekaligus membersihkan nama baik klien kami. Dan gugatan ini juga dimaksudkan untuk memberikan pembelajaran bagi IPDN untuk tidak sembarang memecat Praja, harus sesuai aturan. Karena IPDN bertujuan mempersiapkan kader pemerintah, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat,” jelas Sofyan seraya menambahkan apa yang dialami Jurgen Paat sudah dilaporkan ke Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan DPRD Provinsi, dan Olly juga sudah menyurat ke IPDN.
Sementara itu, Jurgen Paat yang hadir dalam konferensi pers tersebut membenarkan dirinya yang meminta Sofyan untuk menjadi kuasa hukumnya menggugat Rektor IPDN.
“Saya sama sekali tidak terlibat dalam tindak kekerasan terhadap korban. Apalagi dia teman saya. Bahkan korban sendiri mengaku saya bukan pelakunya. Ada WA-nya bahkan dia buat surat pernyataan bahwa bukan saya pelakunya. Jadi karena sudah dipecat saya tidak terima karena saya tidak bersalah,” katanya.
Jurgen Paat yang didampingi orang tuanya Laurens Paat dan Maria Walukouw ini, mengaku pemeriksaan dan pemecatan terhadapnya begitu cepat hanya beberapa jam.
“Tanggal 19 November 2020 saya diperiksa Komisi Disiplin jam 6 sore sampe 7 malam bersama beberapa Praja lainnya. Selama pemeriksaan saya membantah melakukan kekerasan terhadap korban. Tapi setelah pemeriksaan kami disuruh ke lapangan lalu dipecat. Kemudian malam hari itu juga disuruh keluar dari IPDN dan kami terlantar di Kantor Penghubung,” tandasnya. (JPc)
COMMENTS