HomeHukum dan Kriminal

Kesaksian 2 Praja IPDN Diragukan, SOFYAN: Kebenaran Pasti Terungkap

Kesaksian 2 Praja IPDN Diragukan, SOFYAN: Kebenaran Pasti Terungkap

BANDUNG, JP- Sidang guggatan yang diajukan oleh Madya Praja asal Sulawesi Utara (Sulut) Jurgen Ernst Paat yang menggugat Rektor IPDN Jatinangor yang memberhentikannya dengan tuduhan melakukan kekerasan terhadap praja juniornya, dengan agenda pembuktian, kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Kamis (20/05/2021).

Sidang tersebut dipimpin Majelis Hakim PTUN Bandung, Ketua Majelis Hakim Dr. Novy Dewi Cahyati SSi., SH., MH., bersama dua anggota Majelis yakni Faizal Zad SH., MH., dan Hari Sunaryo SH., didampingi Panitera Satya Nugraha SH.

Sidang kali ini menghadirkan tiga orang saksi dari pihak Rektor IPDN Jatinangor selaku Tergugat. Yakni dua orang Praja tingkat satu yang dianggap sebagai korban kekerasan, keduanya berinisial IAK dan SDM serta seorang dokter perempuan dari IPDN Jatinangor yang memeriksa para korban.

Ketiga saksi disumpah menurut agamanya masing-masing. Saksi pertama, Praja berinisial IAK kadang tidak konsisten dengan kesaksiannya dan diperingati Ketua majelis hakim agar bisa memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan dan berlaku jujur arena sudah disumpah. Dari kesaksiannya, Praja IAK mengatakan Jurgen Paat melakukan dorongan dengan tangan bukan memukul.

Baca Juga  IPWL Yayasan Bunga Bakung Berjuang Selamatkan Generasi Muda dari Narkoba, Ini Yang Dilakukan

Sedangkan saksi kedua Praja lainnya berinisial SDM menyatakan dirinya hanya disuruh berdiri tegak oleh Jurgen Paat dan bersikap mengeraskan perut kemudian Jurgen menyatakan bahwa Praja SDM mesti sering latihan fisik agar tubuhnya kuat. Saksi hanya melihat Jurgen Paat mendorong dengan tangan ke arah Praja IAK. Sedangkan Praja lain JK yang melakukan pemukulan kepada keduanya ke arah tubuh bagian dada masing-masing sebanyak satu kali. Keempatnya Madya Praja JK dan Madya Praja Jurgen Paat serta dua korban yakni Praja IAK dan Praja SDM berada di satu lokasi saat kejadian pada tanggal 13 November 2020.

Sebagaimana dalam gugatan Jurgen menyatakan bahwa dia sengaja mendorong kepada Praja IAK sambil tertawa bermaksud bercanda juga untuk menghalang agar Praja lainnya yang bernama JK yang melakukan pemukulan kepada kedua Praja tersebut tidak melanjutkan lagi aksinya. Jurgen Paat dan Praja IAK satu sekolah di SMA Negeri 1 Manado dan keduanya berteman sejak SMA.

Baca Juga  Kejagung Periksa Satu Saksi Terkait Perkara SKEBP Rajungan pada PT Surveyor Indonesia

Saksi ketiga, seorang dokter perempuan memberikan kesaksiannya, dia menyatakan bahwa sebelum diperiksa bagian tubuh luar, metoda pertama adalah wawancara kepada para korban untuk mengetahui kejadian tersebut. Dalam kesaksiannya, dokter perempuan tersebut menyatakan memar di bagian dada keduanya yang diakibatkan benturan benda tumpul dan diakui kedua Praja yakni IAK dan SDM, memar di bagian dada diakibatkan pemukulan yang dilakukan seniornya Madya Praja berinisial JK.

Sedangkan pengakuan Praja IAK kepada saksi dokter perempuan saat memeriksanya, ia hanya menerima satu pukulan di dada yang dilakukan Madya Praja JK. Tidak ada keluhan soal memar atau akibat apapun dari dorongan di ulu hati yang dilakukan Madya Praja Jurgen Paat.

Terkait kesakaian ini, Sofyan Jimmy Yosadi SH., selaku Kuasa Hukum Madya Praja Jurgen Paat yang hadir dalam sidang tersebut mengatakan, walaupun terkesan ada dugaan rekayasa dalam kesaksian dua praja yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tersebut namun kebenaran akan menemukan jalannya sendiri.

Baca Juga  Legal PT Timah Diperiksa Kejagung dalam Kasus IUP Batubara

“Sebagai Advokat yang menjadi kuasa hukum Praja Jurgen Ernst Paat, saya memahami bahwa nama baik lembaga IPDN dipertaruhkan. Tentu saja kita sepakat bahwa tidak boleh lagi ada kekerasan dalam bentuk apapun di setiap lembaga pendidikan termasuk di IPDN,” ujarnya.

Namun, lanjut Wakil Ketua DPP PERADI Pergerakan, jika orang tidak bersalah maka tidak boleh dihukum.

“Jika tidak melakukan kekerasan tentu harus diungkapkan kebenarannya. Jangan karena sudah digugat maka melakukan berbagai upaya untuk merekayasa kesaksian bahkan jangan sampai menekan para saksi untuk membuat keterangan yang tidak jujur untuk menutupi kesalahan prosedural dan pemberhentian yang cacat hukum,” paparnya.

Pengacara handal asal Sulut ini menegaskan, dirinya tetap berpegang teguh kepada adagium ‘lebih baik melepaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah’.

Sidang akan dilanjutkan Kamis (27/05/2021) dengan agenda terakhir untuk pembuktian sebelum kesimpulan dan putusan. (JPc)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0