(1Raj. 17:10-16; Ibr. 9:24-28; Mrk. 13:38-44)
Yesus menampilkan kepada para muridnya dua sosok yakni ahli Taurat dan janda. Pertama, ahli Taurat tampil sebagai sosok yang rakus. Mereka menjarah rumah para janda demi memperkaya diri mereka sendiri. Pribadi seperti ini selalu ‘lapar’ Mereka lapar akan pujian dan hormat, sehingga mereka berdoa di tempat-tempat umum. Mereka juga lapar akan harta benda sehingga tanpa malu-malu, mereka mencaplok rumah para janda. Sikap para ahli Taurat ini sungguh bertentangan dengan identitas mereka. Mereka mempelajari Taurat dan memahami secara tuntas agama. Namun mereka tidak mempraktikkannya.
Kedua, sosok janda yang murah hati. Ia memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan. Kalau melihat nominal persembahannya itu, sangat kecil sebab banyak orang kaya memberikan persembahan dengan nominal yang jauh besar. Namun melihat nilainya, persembahan janda itu lebih besar dibandingkan orang lain. Ia memberikan seluruh nafkahnya. Kalau begitu, bisa dibayangkan bagaimana ia akan makan, betapa ia tidak memikirkan dirinya sama sekali. Ia lebih mengutamakan Tuhan. Mungkin ia kurang memahami ajaran agamnya, namun ia mempraktikkannya. Sosok janda yang murah hati dapat kita temukan pula dalam kisah Elia. Janda di Sarfat memiliki persediaan minyak dan tepung yang hampir habis namun ia rela membuatkan roti untuk Nabi Elia. Kemurahan hati janda itu membawa berkat bagi dirinya dan anaknya. Mukjizat terjadi, persediaan minyak dan tepung tidak berkurang.
Dari dua sosok di atas, kita disadarkan akan beberapa hal. Pertama, pengetahuan tidak cukup. Dalam hidup beriman, pengertian saja tidak cukup. Kita perlu belajar untuk mempraktikkan iman kita dalam kehidupan harian. Kalau kita hanya mengerti tanpa mempraktikkannya, sia-sia saja. Kedua, kita belajar arti memberi. Janda miskin mengajarkan kita bahwa memberi bukan soal punya atau tidak, tapi mau atau tidak. Setiap orang selalu memiliki sesuatu yang bisa dibagikan, sekecil apapun itu. Kita bisa memberi saran, dukungan, doa dan juga tenaga kita. Seringkali banyak orang enggan untuk memberi karena mereka merasa tidak memiliki apapun. Ada juga yang enggan memberi karena mereka tidak mau. Ketika kita memberi, kita tidak akan kekurangan, sebaliknya kita akan memperoleh berkat yang lebih banyak lagi sama seperti yang dialami janda di Sarfat.
Ketiga, kerakusan. Kita sering menyaksikan bahwa para koruptor bukanlah miskin, tapi justru kaya dan berpengetahuan, sama seperti para ahli Taurat. Lalu kenapa mereka mengambil hak milik orang lain? Mereka tidak pernah merasa cukup. Mereka ingin lebih dan lebih, terus dan terus. Mereka tidak pernah puas. Hal ini yang membuat mereka menjadi rakus. Untuk melawan sikap rakus, kita perlu belajar berkata, “Cukup!” Sebab hal yang berlebihan selalu berdampak buruk. Selain itu kita perlu belajar bersyukur agar kita sadar bahwa apa yang kita terima atau peroleh adalah rahmat. Kita juga perlu untuk belajar berkorban sama seperti yang ditunjukkan oleh Yesus sebagai Imam Agung. Ia mempersembahkan diri-Nya sekali untuk selamanya demi manusia. Selamat hari minggu, Tuhan memberkati.
Penulis

Pastor Ay’s Laratmase MSC
COMMENTS