Foto: Marta Pangalo, Pantarlih di Kelurahan Melonguane Barat, Kecamatan Melonguane, sedang melakukan Coklit data pemilih Pilkada 2024 terhadap Inang Wanua Melonguane, Elisabeth Lindo. (Rey/JejakPublik.Com)
MELONGUANE, JP – Sebanyak 75.983 daftar pemilih yang diturunkan pemerintah dalam DP4 Pilkada 2024 yang diterima KPU Talaud tuntas di-Coklit dalam waktu 13 hari. Selama Coklit dari tanggal 24 Juni – 6 Juli lalu itu ada hal menarik yang ditemukan petugas. Berikut hal menarik itu.
Pertama, petugas menemukan ada pemilih baru. Mereka itu tidak terdaftar dalam DP4 karena dinyatakan sudah meninggal dunia dalam data kependudukan. Namun, saat Coklit, petugas menemukan orang yang bersangkutan masih hidup. Orangnya ada di kampung dan memiliki dokumen kependudukan.
“Benar ada penduduk yang kita masukan sebagai pemilih baru. Mereka itu memang belum terdaftar di DP4 karena dikategorikan meninggal dunia oleh Dukcapil. Saat Coklit ada. Maka masuklah sebagai pemilih baru,” kata Komisioner KPU Talaud Budirman.
Budi bilang hal itu ditemukan Pantarlih saat Coklit di Desa Niampak, Kecamatan Beo Selatan dan di Desa Panulan, Kecamatan Kabaruan.
“Pemilih ini sudah lama sebagai penduduk di situ. Ada dokumen kependudukannya,” kata Budi.
Ditanya, apakah ini merupakan temuan baru? “Tidak,” kata Budi, “ini sebenarnya persoalan lama. Sudah pernah terjadi pada Pemilu 2019 dan 2004 lalu”.
Menurutnya, kasus ini sedianya tidak terjadi lagi. Pasalnya, kasus itu sudah dikonfrontir ke Dukcapil dan data penduduk yang dikategorikan meninggal itu sudah diaktifkan kembali. Bahkan, saat penelusuran bersama Dukcapil, mereka menemukan data operator yang mematikan data penduduk bersangkutan.
“Ternyata keluar ulang ini, mereka itu masih meninggal lagi. Dorang (pihak Dukcapil) tidak kasih hidup ulang. Harusnya dorang (pihak Dukcapil) kasih aktif ulang. Karena kita sudah konfrontir lalu dan sudah diaktifkan,” kata Budi.
“Namun, buktinya sekarang, nama itu tidak ada di DP4 yang turun karena dinyatakan meninggal. Ada nomor akta kematiannya. Tetapi setelah difaktualkan, orangnya masih ada, di sana, di kampung,” ujar Budi.
Selanjutnya ditanya soal adanya daftar pemilih yang tertukar alamat domisilinya, Budi tak menampik.
“Iya, itu terjadi di Kecamatan Moronge. Kami juga dapat rekomendasi perbaikan dari teman-teman Panwascam Moronge terkait pemilih yang tertukar dan sudah kami tindaklanjuti rekomendasi itu,” kata Budi.
Menurutnya, persoalan data pemilih tertukar alamat domisi itu bukan kesalahan KPU. Pasalnya, “daftar pemilih dari DP4 yang turun alamatnya memang tertukar. Yang warga Moronge Selatan Satu masuk di Moronge Selatan Dua. Sebaliknya, warga Moronge Selatan Dua masuk di warga Moronge Selatan Satu”.
“Setelah dikroscek. Ternyata di KTP alamatnya tertulis dua. Di atas Moronge Selatan Satu, di bawah Moronge Selatan Dua. Jadi banyak itu diproses pindah domisilinya,” kata Budi.
Menariknya, seperti data penduduk hidup yang dimatikan, kasus data pemilih tertukar alamat domilisi ini juga hal klasik. Hal serupa pernah terjadi dalam Pemilu 2019 lalu.
“Bahkan pada 2019 lalu, termasuk kepala desanya tertukar alamat domisinya. Kepala Desa Moronge Selatan Dua, terdaftar di Moronge Selatan Satu,” kata Budi.
“Secara de facto mereka itu sudah tinggal di Moronge Selatan Satu cuma kesalahannya ada di database atau basis data dari kependudukan. Seharusnya pemerintah desa itu langsung ke Dukcapil. Kenapa kita punya warga ini tidak sesuai alamat banyak sekali,” tandas Budi. (Rey Atapunang)
COMMENTS