MAKASSAR, JP- Di tengah pandemi Covid-19, dua potret toleransi antar umat beragama ditunjukan para suster Katolik Indonesia.
Pertama, Suster dari Congregatio Imitationis Jesus (CIJ) Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang rela menempuh perjalanan jauh demi menyalurkan bantuan sembako dan masker kepada umat muslim Masjid Masjid Al Hidayah Nangalanan Jaelani di daerah terpencil di Desa Bea Ngencung, Manggarai Timur, NTT.
Kedua, tiga anggota Kongregasi Suster Putri Bunda Hati Kudus (PBHK) yang tinggal di Susteran PBHK, Kramat, Jakarta Pusat dan 6 suster Katolik di Jember yang menyanyikan lagu bernuansa Islami sambil menyampaikan ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri.
Dua potret toleransi ini diapresiasi Ketua Ikatan Katolik Sarjana Indonesia (ISKA) DPD Sulawesi Selatan (Sulsel) Bidang Politik dan Pemerintahan Nikolaus Beni A.Md. Gz. S.Sos M.I.Kom.
Ia mengatakan, Bung Karno dan para pejuang kemerdekaan sudah memerdekakan Indonesia tanpa sekat.
“Pendiri bangsa Bung Karno dan para pejuang kemerdekaan Indonesia lainnya sudah berpikir jauh lebih maju dalam memerdekakan bangsa Indonesia,” ujarnya.
Dijelaskan Dosen Komunikasi Akademi Gizi Indonesia Yayasan Perguruan Amanna Gappa Indonesia (AIGI YPAGI), hadirnya Pancasila sebagai dasar Negara sudah final bahwa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, dan agama selalu hidup rukun dan damai di tengah perbedaan termasuk perbedaan keyakinan
“Mari kita lihat konsep pembangunan mesjid Istiqlal dan Gereja katedral di Jakarta saling berdekatan dan berhadapan, Bung Karno dan para pejuang kemerdekaan Indonesia ingin mengungkapkan bahwa wahai anak-anakku semuanya hiduplah berdampingan antara satu dengan yang lain atas perbedaan keyakinan jangan dipertentangkan tapi selalu berdampingan di atas perbedaan karena diantara kita saling membutuhkan satu sama yang lain,” tukasnya.
“Biarkan agama dan keyakinanmu menuntunmu untuk saling hidup berdampingan satu sama lain dan dengan ketulusan dan keikhlasan karena sesungguh kita semuanya lahir pada rahim yang sama yakni Adan dan Eva oleh rekan saudara kita muslim menyebabkan Adan dan Hawa,” tambahnya.
Bagi politisi PDI Perjuangan Provinsi Sulawesi Selatan ini, apa yang dipertontonkan para suster biara menunjukkan bahwa toleransi antara kita sangat dibutuhkan dan jangan dipertentangan atas perbedaan keyakinan.
“Namun mari kita saling hidup berdampingan antara satu sama lain sebagai insan ciptaan Tuhan dari rahim yang sama,” katanya.
Dikatakan putra Lembata yang menetap di Makassar ini, Pancasila yang terdiri dari lima sila menjadi patron dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Jangan kita pertentangan antara sila yang satu dengan sila yang lainnya, tapi diimplementasikan kan di tengah masyarakat agar kita selalu hidup berdamai satu sama lain,” pintanya.
Menurut Alumni SMA PGRI Larantuka ini, perbedaan itu indah apabila kita saling memahami dan tidak arogan menterjemahkan perbedaan menjadi kepentingan yang lain yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
“Mari kita olah perbedaan itu menjadi suatu persamaan yang indah untuk kehidupan kita setiap hari dan saling bergotong royong satu sama lain apalagi seperti kondisi bangsa Indonesia dilanda pandemi Covid-19 sekarang ini,” tandasnya. (JPc)
COMMENTS
Apresiasi buat reu telah menuliskan yg terbaik untuk dijadikan refleksi dalam hidup ini apakah bisa buat seperti ini atau tidak? Sebgai insan Tuhan sering dalam hidup ini hanya mau menabur angin sehingga yg dituai adalah puting beliung olehnya dalam hidup ini hendaklah kita menaburkan cinta agar bisa menuai kasih dan kemurahan dari Tuhan.