MANADO, JP- Sikap tegas ditunjukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Manado terhadap bakal Calon Walikota (Cawali) Manado Julyeta Paulina A. Runtuwene yang akrab disapa JPAR.
Di mana Bawaslu Manado akan memanggil dari istri Walikota Manado GS Vicky Lumentut ini untuk dimintai klarifikasi dari istri Walikota Manado GS Vicky Lumentut ini.
Hal ini dikarenakan hingga kini JPAR masih berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan menjabat sebagai rektor Universitas Manado (Unima), namun diduga telah mempublikasikan diri melalui baliho, spanduk bahkan billboard sebagai cawali di Pilkada Manado tahun 2020. Hal tersebut terlihat di hampir seluruh titik di kota Manado.
Ketika dikonfirmasi wartawan, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Manado Taufik Bilfaqih membenarkannya.
“Beliau (JPAR, red) kan masih ASN dan rektor (Unima) tapi balihonya sebagai kandidat walikota Manado marak. Padahal sampai saat ini belum ada satu pun peserta Pilkada Manado yang ditetapkan KPU,” ungkapnya.
Dijelaskan Bilfaqih, awal bulan Agustus, Bawaslu Manado sudah memberikan surat himbauan agar ASN tidak mempublikasikan diri sebagai bakal calon pada pilkada
“Tapi karena baliho tetap terpajang dan cenderung meningkat, maka kami melakukan inventarisasi jumlah baliho yang dianggap bermasalah itu. Dan saat ini panwas di kelurahan terus mendata. Bukan hanya baliho, aktivitas di media sosial juga kami pantau,” jelasnya.
Dikatakan Bilfaqih, hari ini pihaknya merampungkan data semua jumlah baliho di lapangan, kemudian dikaji.
Diakuinya, Selasa (11/08/2020) esok, pihaknya akan melayangkan surat panggilan ke cawali yang diusung Partai Nasdem, Perindo dan PSI berpasangan dengan Harley Mangindaan ini untuk diklarifikasi di Kantor Bawaslu.
“Rencana esok kita layangkan surat panggilan kepada yang bersangkutan (JPAR, red) untuk diklarifikasi. Soal kapan beliau diklarifikasi akan kami plenokan dulu. Yang pasti dalam klarifikasi nanti kami ingin tahu siapa yang memasang baliho, spanduk dan bilboard tersebut. Jika yang memasang adalah simpatisan atau pendukung tanpa sepengatahuan kandidat maka kandidat ini wajib menegur simpatisan atau tim suksesnya kemudian menertibkan. Tetapi kalau pemasangan sengaja dilakukan, patut diduga telah terjadi pelanggaran netralitas ASN,” tegasnya.
Menurut Bilfaqih, sesuai aturan tindakan ASN mempublikasikan atau dipublikasikan sebagai calon kepala daerah tersebut bertentangan dengan kode etik.
“Kita bisa lihat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS). Nah, poin penting diantaranya adalah PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,” jelasnya.
Ditambahkan Bilfaqih, konsekuensi hukum bagi ASN yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dicantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tersebut berupa sanksi moral dan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Yang jelas kita tetap proses. Soal sanksi, itu bukan ranah Bawaslu. Tapi jika terbukti kita akan laporkan yang bersangkutan ke Komisi ASN (KASN) untuk diproses lebih lanjut,” tandasnya.
Sayangnya, hingga kini wartawan belum berhasil mengkonfirmasi ke JPAR. (JPc)
COMMENTS