JAKARTA, JP- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama Pemerintah telah mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU, dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020 – 2021, Senin (05/10/2020).
Menariknya, pengesahan ini mendadak dipercepat karena rencananya pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dijadwalkan akan digelar tanggal 8 Oktober 2020.
Dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin, Rapat Paripurna yang disiarkan secara langsung di sejumlah platform media sosial mulai dari Facebook, Youtube, Twitter, Periscope, serta Streaming TVR Parlemen ini banyak ditonton oleh warganet.
Namun, komentar-komentar yang disampaikan memperlihatkan kekecewaan dan penolakan publik pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Sesudah dibuka oleh pimpinan sidang. Ketua Panja RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang juga Ketua Badan Legislasi Suparman Andi Agtas maju membacakan laporannya.
“RUU Omnibus Law Cipta Kerja sudah dibahas pada 64 kali rapat sejak April 2020 yang pembahasannya dilakukan siang dan malam baik hari kerja maupun hari libur, di masa sidang maupun masa reses. RUU ini terdiri dari 15 Bab 174 pasal dan berdampak terhadap 1203 pasal dari 79 UU terkait dan terbag dalam 7197 daftar inventarisasi masalah,” ujar Andi.
Usai Ketua Baleg membacakan laporannya, pimpinan rapat hendak menawarkan kepada forum agar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk menyampaikan pandangannya di muka sidang.
Namun Anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman meminta pimpinan mendahulukan pandangan fraksi. Apalagi, Demokrat merupakan satu dari dua fraksi yang menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Setelah ada perdebatan hangat, seluruh fraksi dipersilakan untuk maju satu per satu menyampaikan pandangan fraksinya masing-masing.
Marwan Cik Asan yang mewakili Fraksi Partai Demokrat menyebut kalau pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja terlalu terburu-buru. Marwan yang menyampaikan pandangannya setelah F-PDIP, F-Gerindra, F-Golkar, F-Nasdem, dan F-PKB ini menilai sebagai RUU yang punya cita-cita memudahkan jalannya usaha, meningkatkan investasi, dan lapangan kerja, hendaknya RUU ini memberikan jaminan kepastian hukum pada semua pihak.
“Sangat disayangkan niat baik pemerintah tidak dibarengin dengan pembahasan yang ideal, karena terburu-buru dan kurang mendalam,” kata Marwan.
Padahal, RUU ini harusnya bersifat prospektif dan jangka panjang serta bermanfaat bagi masyarakat. RUU ini, menurut fraksinya Marwan, harus jadi roadmap Indonesia ke depan.
Namun, setidaknya ada beberapa alasan yang membuat RUU ini jadi pincang seperti pembahasan yang tidak cermat karena terburu-buru tadi, hak dan kepentingan kelompok kerja yang diabaikan, hingga bergesernya semangat Pancasila ke arah ekonomi yang lebih kapitalistik dan neoliberalistik.
Selain tak substansial pembahasannya juga cacat prosedur karena UU yang krusial ini pembahasannya kurang transparan dan akuntabel. Kurang melibatkan masyarakat, stakeholder, dan jaringan civil society,” ucap dia.
Dengan sejumlah pertimbangan itu, Fraksi Partai Demokrat menolak RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU.
Menurutnya banyak hal yang harus dibahas kembali secara mendalam dan komprehensif.
“Tidak harus terburu-buru, kami menyarankan pembahasan yang melibatkan stakeholder agar menghasilkan produk perundang-undangan yang tidak berat sebelah,” ucap dia.
Selain Fraksi Partai Demokrat, penolakan yang sama juga disampaikan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sedangkan tujuh partai menerima hasil kerja Panja dan menyetujui RUU Cipta Kerja dibawa ke pembicaraan tingkat II dan disahkan di Paripurna. Yakni Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi NasDem, Fraksi PAN, Fraksi PPP dan Fraksi PKB.
Rapat sempat memanas usai pandangan dari masing-masing fraksi disampaikan. Suasana riuh kala Fraksi Partai Demokrat kembali menegaskan agar RUU Omnibus Law Cipta Kerja tidak jadi disahkan. Beberapa anggota fraksi Partai Demokrat yang keukuh adalah Benny K Harman, Irwan, dan Didi Irawadi Syamsudin.
“Lihat keluar, kali ini penolakan sangat dahsyat dari publik, apakah kita bijaksana kalau tetap mekasakan UU yang kontroversial saat pekerja menderita karena Covid-19? Kami meminta ditunda, tapi kalau pimpinan tetap memaksakan ini, kami minta voting saja. Ini aspirasi dari publik,” ucap Didi.
Benny kemudian melanjutkan penolakan Didi. Dia meminta Fraksi Demokrat kembali diberi waktu menyampaikan penolakan sebelum Pemerintah menyampaikan pandangannya. Namun Azis Syamsudin sebagai pimpinan rapat menolak.
Sempat terjadi ketegangan hingga kemudian Fraksi Partai Demokrat memilih walk out.
“Kalau demikian, kami memilih walk out dan tidak bertanggung jawab pada keputusan rapat ini,” ucap Benny sambil keluar ruangan bersama anggota Fraksi Demokrat lainnya.
Sementara itu, selama berlangsung sidang di platform Youtube misalnya, sampai pukul 16:21 WIB, siaran Rapat Paripurna ini ditonton oleh 2,1K penonton. Kolom live chat yang ada di platform tersebut pun dipenuhi oleh komentar yang berisi penolakan seperti tagar #TolakOmnibusLaw, #MosiTidakPercaya, #JegalSampaiGagal, atau komentar lain seperti “Sudah Krisis”, “Ini rakyat masih didenger enggak sih”, “rakyat mana yang kau perjuangkan, DPR?”, hingga ajakan untuk aksi dan memboikot penyelenggaraan Pilkada jika DPR dan Pemerintah tetap ngotot mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan mengabaikan aspirasi publik.
Adapun rapat yang digelar sejak pukul 15;30 WIB ini dihadiri oleh sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju. Seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dan lain-lain.
MOGOK NASIONAL
Meski telah RUU ini disahkan, sejumlah kelompok buruh mengatakan akan tetap melaksanakan “mogok nasional” dan unjuk rasa selama tiga hari pada 6 – 8 Oktober 2020.
Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, mengatakan pada 6 – 8 Oktober, buruh akan berdemonstrasi menyuarakan apa yang disebutnya sebagai “mosi tidak percaya terhadap kekuasaan”.
“Kami akan berusaha berjuang sekuat-kuatnya bagaimana mendesak agar terjadi pembatalan terhadap Omnibus Law. Pengalaman kami dulu, beberapa kali, misalkan pemerintah ingin melahirkan suatu regulasi, ketika ini bertentangan dengan prinsip dan asas konstitusi dan Pancasila, sekuat mungkin harus diperjuangkan,” tegasnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan aksi “mogok massal” akan diikuti buruh-buruh lintas sektor, seperti industi kimia, energi, dan pertambangan di Jabodetabek serta kota-kota lain di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Sejumlah kelompok buruh dan organisasi masyarakat sebelumnya berulang kali mengkritik proses pembahasan Omnibus Law, yang mereka sebut “tak transparan”.
Sementara, pemerintah memandang demonstrasi dan penolakan seperti itu wajar, tapi menyarankan pihak yang menolak untuk menyuarakan aspirasi mereka melalui mekanisme uji materi Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi.
Di sisi lain, Polri telah mengeluarkan telegram yang berisi arahan untuk pencegahan mogok massal dan demonstrasi buruh terkait Omnibus Law karena alasan pandemi Covid-19. (JPc)
COMMENTS