MANADO, JP- Kinerja Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara tengah disorot, menyusul belum dieksekusinya putusan peaperadilan terkait kasus Pemecah Ombak Likupang Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara atau yang dalam dialeg Manado disebut kasus Paka-paka Ombak.
Di mana dalam amar putusannya majelis hakim yang diketuai Imanuel Barru memerintahkan Termohon I dalam hal ini Kejati Sulut dan Termohon II Kejari Airmadidi untuk tetap melanjutkan penyidikan terkait pihak-pihak yang belum ditetapkan statusnya sebagai tersangka dalam kasus memerintahkan termohon I (Kejati Sulut) dan termohon II (Kejari Airmadidi) untuk tetap melanjutkan penyidikan dan melanjutkan proses hukum selanjutnya terkait pihak-pihak yang belum ditetapkan statusnya sebagai tersangka dalam kasus yang telah merugikan negara Rp8,8 Miliar yang terjadi tahun 2016, untuk segera ditetapkan tersangka.
Apalagi, putusan praperadilan tersebut sudah ada sejak hampir setahun lalu atau sekitar tanggal 8 April 2019 silam.
Karena itu, demi menghindari penilaian negatif publik terhadap Kejati Sulut, maka Ketua Umum DPP Laskar Manguni Indonesia (LMI) Tonaas Wangko Pendeta Hanny Pantouw STh bersama jajaran mendatangi Kantor Kejati Sulut dan langsung menemui Wakil Kepala Kejati (Wakajati) Sulut A. Dita Prawitaningsih SH MH dan melakukan pertemuan tertutup selama 30 menit.
Usai pertemuan, Pdt Hanny mengatakan kepada para wartawan yang telah menunggu di depan ruang Wakajati, bahwa kedatangan mereka ke Kejati Sulut untuk mempertanyakan kelanjutan penanganan perkara tindak pidana korupsi salah satunya kasus Pemecah Ombak Likupang Minut.
“Kami datang ke sini (Kejati Sulut, red) karena kami peduli dengan kinerja Kejati Sulut. Sudah hampir setahun putusan praperadilan belum juga dieksekusi. Publik tentu bertanya-yanya ada apa dengan Kejati Sulut? Koq ada kesan penanganan kasus Pemecah Ombak yang dalam bahasa Manadonya Paka-Paka ombak di Likupang Minut, terkesan didiamkan? Ada apa?,” ujarnya.
“Kalau melihat kasus ini waktu di sidang, lada banyak saksi yang mengatakan uangnya kemana, tapi kenapa tidak diproses,” tambahnya.
Menurut Pdt Hanny, dari pada muncul pandangan negatif publik maka pihaknya datang ke Kejati sulut.
“Kami datang mempertanyakan kenapa diam, seperti tidak jalan. Padahal kasus ini telah merugikan negara mencapai Rp8,8 Miliar. Ada apa dengan Kejaksaan?,” katanya.
Karena itu, saat bertemu dengan Wakajati Pdt Hanny mengaku pihak Kejati Sulut akan menindaklanjuti aapirasi ini.
“Kami diterima dengan baik dan aspirasi yang disampaikan diterima oleh ibu Wakajati. Karena pak Kepala Kejati Sulut masih di luar daerah maka ibu Wakajati menyatakan akan menyampaikan aspirasi ini ke Kepala Kejati Sulut,” jelasnya.
Pdt Hanny mengaku ada komitmen antara LMI dan Wakajati.
“Juga tadi ada komitmen kalau Kajati datang, kami LMI akan datang lagi dan bertemu langsung dengan beliau (Kajati Sulit, red) dan wartawan boleh ikut,” tambahnya.
Kalau melihat kasus ini waktu di sidang, lada banyak saksi yang mengatakan uangnya kemana, tapi kenapa tidak diproses.
Sementara itu, Wakajati lewat Kasipenkum Kejati Sulut Yoni Mallaka mengatakan, aspirasi yang disampaikan oleh LMI akan diteruskan kepada Kajati Sulut.
“Ibu Wakajati mengapresiasi kedatangan dan niat baik dari Pdt Hanny dan jajarannya dari LMI untuk menyampaikan aspirasi terkait penanganan kasus dugaan korupsi. Aspirasi ini nanti diteruskan kepada pak Kajatise kembalinya dari menunaikan ibadah Umroh,” tandas Mallaka. (JPc)
COMMENTS