JAKARTA, JP- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui 2 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Demikian rilis dari Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Dr Ketut Sumedana kepada jejakpublik.com, Kamis (10/03/2022).
Disebutkan bahwa ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM Pidum Dr. Fadil Zumhana, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Barat, Kajati Sumatera Barat dan para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat Oharda.
Adapun 2 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
1. Tersangka Abd. Rahman DG. Bonto alias Daeng Nyempa dari Kejari Pasangkayu yang disangka melanggar Kesatu Primair Pasal 44 Ayat (1) subsidiair Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 KUHP;
2. Tersangka I Mairizal Pgl. Si Zal dan tersangka II Rando Sony Putrasma Pgl. Rando dari Kejaksaan Negeri Tanah Datar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;l.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Dalam perkara tersangka Abd. Rahman DG. Bonto alias Daeng Nyempa, antara Tersangka dengan korban merupakan pasangan suami-istri dan memiliki 10 orang anak.
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif;
JAM Pidum Fadil mengatakan bahwa setiap pagi Kejaksaan berupaya memberikan keadilan dan ternyata dirasakan masyarakat, dan dirinya melihat keadilan restoratif (restorative justice) semakin diminati karena manfaatnya memberikan keadilan bagi masyarakat
Lanjutnya, Fadii menyampaikan penegakan hukum itu sebenarnya dikatakan berhasil ketika berdampak positif tidak hanya bagi Kejaksaan tetapi bagi masyarakat, serta bermanfaat bagi masyarakat dalam melanjutkan kehidupan berikutnya.
“Jangan sampai hukum yang dikeluarkan justru menimbulkan dampak negatif bagi Kejaksaan dan bagi orang yang menjadi korban kejahatan itu. Jaksa harus memiliki kasih sayang kepada rakyatnya,” ujar JAM Pidum.
Ia mengatakan, pijakan hukum Jaksa dalam melaksanakan keadilan restoratif (restorative justice) yaitu sebagaimana dimaksud Pasal 139 dan Pasal 140 Ayat (2) KUHAP dimana Jaksa memiliki kewenangan dominus litis yaitu Jaksa dapat menghentikan perkara, dan dalam Pasal 30C butir (d) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI yang mengatur mediasi penal (penyelesaian perkara di luar persidangan), dan juga sebagai Jaksa harus mempedomani filosofi Satya Adhi Wicaksana dimana “Wicaksana” yang memiliki arti bijaksana sehingga Jaksa harus bijaksana dalam mengupayakan dan mengambil keputusan pemberian keadilan restoratif.
Selanjutnya, Fadli memerintahkan kepada para Kajari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor 01 tanggal 10 Februari 2022, sebagai perwujudan kepastian hukum. (JPc)
COMMENTS