MANADO, JP- Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Peta Desa bernilai miliaran rupiah di 68 desa se-Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) tahun 2019 terus diusut Polda Sulut.
Informasi yang diperoleh menyebutian bahwa selama ditangani Polda Sulut satu persatu Kapitalau atau kepala desa dipanggil dan diperiksa penyidik dari total 68 Kapitalau baik yang masih menjabat maupun yang sudah tak lagi menjabat.
Hal ini pun dibenarkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Kepulauan Sitaro Marlon Dalentang ketika dikonfirmasi jejakpublik.com melalui telepon genggam.
“Ia benar kasus Peta itu sementara dalam penyelidikan Polda Sulut. Ada 68 desa yang melakukan proyek itu. Dan selama ini satu persatu Kapitalau dipanggil dan diperiksa penyidik,” ujarnya.
Menurut Marlon, selain memanggil dan memeriksa Kapitalau, Polda Sulut juga meminta dokumen-dokumen terkait kasus ini dari masing-masing Kapitalau baik itu dokumen RPJMDes, RKPDes, APBDes, rekening koran desa dan surat pertanggungjawaban anggaran terkait pemetaan desa.
“Dokumen-dokumen itu diserahkan ke penyidik. Memang ada beberapa Kapitalau yang sudah tidak menjabat sehingga penyidik menghubungi kami di Dinas PMD. Bahkan kami dari dinas juga sudah dimintai keterangan,’ bebernya.
Karena itu, diapun meminta 68 Kapitalau untuk bersikap koperatif terkait penyelidikan Polda Sulut tersebut.
“Kami Dinas PMD Kabupaten Kepulauan Sitaro menghormati proses hukum yang tengah dilakukan Polda Sulut ini dan juga telah meminta seluruh Kapitalau untuk kooperatif,” jelasnya.
Menyikapi hal ini, Ketua Masyarakat Jaring Koruptor Sulut (MJKS) Stenly Towoliu menegaskan bahwa pihaknya terus mengawal kasus tersebut.
“Ini kasus terus kami kawal. Dan kami mendesak Polda Sulut yang tengah melakukan pengusutan kasus Peta Sitaro untuk segera menuntaskan kasus yang diduga melibatkan 68 Kapitalau ini,” pintanya.
Bahkan aktivis anti korupsi yang berhasil membongkar cukup banyak kasus dugaan korupsi di Sulut hingga menyeret banyak pejabat bahkan kepala daerah ke penjara ini memprediksi jika 68 Kapitalau terbukti bersalah dan ditahan maka akan berpotensi terjadi penjara massal.
“Semua tergantung penyidik Polda Sulut. Jika terbukti mereka bersalah maka semuanya akan ditahan dan itu berpotensi terjadi penjara massal. Polda Sulut jangan ragu, jika memang 68 Kapitalau terbukt bersalah ya penjarakan semuanyai,” tukas Towoliu seraya berharap kasus ini segera dilimpahkan ke penuntutan.
Senada disampaikan Litbang MJKS Sary Utho. “Kasus ini harus segera tuntas dan segera dilimpahkan ke penuntutan. Dan jika 68 Kapitalau dinyatakan terbukti bersalah maka Polda Sulut jangan ragu terapkan penjara massal,” ucapnya.
Wanita cantik namun tegas dalam hal pemberantasan kaorupsi ini menjelaskan bahwa kasus ini sudah ditangani Polda Sulut sejak bulan Maret 2021 dan bernilai miliaran rupiah di 68 desa se-Kabupaten Kepulauan Sitaro tahun 2019.
“Proyek tersebut diduga bermasalah karena tidak masuk dalam usulan Musyawarah Pembangunan (Musrembang) dan Desa Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes),” ungkapnya.
Di mana, lanjut Sary, saat asistensi APBDes 2019, Tim Asistensi Dinas PMD Kabupaten Kepulauan Sitaro memerintahkan agar dianggarkan dalam APBDes 2019. Dan atas kondisi tersebut, tambah wanita cantik yang konsisten memerangi kasus korupsi ini, Tim Asistensi meminta keterangan Kepala Bidang Pemerintahan Desa dan Kepala Seksi Fasilitas Perencanaan, Data dan Evaluasi Desa di Dinas Pemberdayaan Masyaralat dan Desa Kabupaten Kepulauan Sitaro di tahun 2019 masing-masing T. Salindeho SH., dan dan Febrianto Gandaria SKom menjelaskan bahwa pengadaan Peta Kampung di seluruh Desa di Sitaro adalah kewajiban untuk menjalankan amanat UU no 6 2014 tentang Desa Pasal 1 ayat 1.
“Proses perencanaan program pengadaan Peta Desa ini diduga tidak sesuai peraturan perundang-undangan
Proses pengadaan barang dan jasa diduga tidak sesuai ketentuan yang berlaku,” paparnya.
Yang mengejutkan, kata Sary, anggaran untuk jasa tenaga teknis senilai Rp 1.870.000.000 diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Anggaran untuk jasa tenaga teknis senilai 1,870 miliar rupiah diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Yang mengejutkan lagi, dikatakan Sary Utho, proyek ini diduga ditangani salah satu CV yang disebut-sebut suami dari pemilik perusahan itu merupakan seorang PNS di Pemkab Sitaro.
“Proyek ini dilakukan pihak ketiga. Saya belum tahu nama CV-nya dan nama pemiliknya. Tapi kami dapat informasi suami dari pemilik CV itu diduga merupakan PNS di Pemkab Sitaro,” tandasnya.
Diungkapkan Sary, Litbang MJKS telah melakukan investigasi di mana Kapitalau atau kepala desa yang terlibat sudah pernah dipanggil pemeriksaan di Polda dan bahkan tim Polda juga sudah turun ke Sitaro terkait pemeriksaan ini.
“Informasi yang kami peroleh 68 Kapitalau itu sudah terpanggil memenuhi pemeriksaan dan juga menyerahkan semua dokumen yang diminta penyidik,” pungkasnya. (JPc)
COMMENTS