HomePendidikan & Agama

STF-SP Bedah Problem Bangsa dan Beri Solusi: Stop Kekekrasan Seksual di Kampus!

STF-SP Bedah Problem Bangsa dan Beri Solusi: Stop Kekekrasan Seksual di Kampus!

MINAHASA, JP- Maraknya peristiwa kekerasan seksual di Indonesia khususnya yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi diseriusi Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng (STFSP).

Terbukti dengan digelarnya kegiatan bertajuk “Sosialisasi Permendikbudristek RI No. 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi”, yang berlangsung di Aula STF-SP, Sabtu (27/11/2021)

Digelarnya kegiatan ini mengingat sangat diperlukannya penerangan dan penjelasan dari pakar hukum dan ahli di bidang hukum dan peraturan perundang-undang guna memberikan pemahaman dan pengertian yang benar mengenai aturan, ketentuan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, seperti halnya dengan permendikbudristek No. 30 tahun 2021. Sosialisasi ini dilaksanakan guna memberikan pemahaman yang benar mengenai Permendikbudristek itu sendiri dan penerapannya dalam kehidupan perguruan tinggi.

Ketua STFSP Dr. Gregorius Hertanto Dwi Wibowo membawakan sambutan.

Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua STFSP Dr. Gregorius Hertanto Dwi Wibowo SS., M.Th, Wakil Ketua I Bidang Akademik Dr. Barnabas Ohoiwutun, sebagian para dosen dan mahasiswa STFSP baik yang hadir secara offline maupun yang mengikuti secara online demi menghindari kerumunan dengan banyaknya orang.

Dalam sambutannya, Dr. Barnabas atau akrab dipanggil dengan Pastor Berty itu mengatakan kegiatan sosialisasi ini sangat penting, karena kekerasan seksual yang ada di Indonesia sesuai data yang ada, sebanyak 70 persen terjadi di seluruh Perguruan Tinggi atau Universitas yang ada di Indonesia.

Jebolan S1 di STFSP, S2 di Universitas St. Thomas Manila dan S3 di STF Driyarkara Jakarta ini menyebut, sosialisasi yang dilakukan secara semi-luring atau offline dan online ini mengangkat satu pokok pembahasan yang menjadi inti dari Permendikbudristek RI No. 30 Tahun 2021, yakni kekerasan seksual dan bagaimana penanganan serta pencegahannya di lingkungan perguruan tinggi.

Baca Juga  Misa Pertama Pastor Miky di Paroki YGYB Wanea Manado

“Sosialisasi ini diperuntukkan bagi segenap Civitas akademika Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng mulai dari para dosen, para mahasiswa-mahasiswi, tetapi juga bagi tenaga kependidikan di seluruh Indonesia yang sebagai bagian dari mencerdasakan kehidupan bangsa. Tujuannya memberikan edukasi sekaligus memperingatkan para warga perguruan tinggi untuk memperhatikan permasalahan ini,” kata Anggota Tarekat Hati Kudus Yesus (MSC) ini.

Primus Aryesam saat membawakan materi.

Selanjutnya, Kaprodi Ilmu Hukum Universitas Katolik (Unika) De La Salle Manado Primus Aryesam SH., MH., sebagai pemateri memaparkan materi tentang kekerasan seksual di kampus. Dalam materinya dia menjelaskan beberapa hal yang dianggap perlu dan penting untuk dijelaskan terutama mengenai kekerasan seksual, penganan dan pencegahannya.

“Substansi dari Permen PPKS yang berisikan tujuan, asas dan sasarana khususnya uraian yang lebih ekstensif dari pasal 5. Diteruskan dengan tindakan pencegahan dan sanksi bagi pelanggar,” jelasnya

Ditegaskan Primus, sanksi Administrasi merupakan sanksi yang paling pertama yang harus dijunjung. Sementara sanksi pidana jadi alat tertentu saja misalnya dalam tindak pidana umum dan lain-lain.

“Sanksi pidana ini ditonjolkan supaya mengatasi permasalahan pada mahasiswa-mahasiswi dalam tindak pidana terhadap badan atau raga dari korban atau mahasiswi. Tindakan-tindakan yang termasuk kekerasan seksual meliputi kekerasan verbal atau non fisik dan Fisik, melalui teknologi informasi dan komunikasi, seperti mengirim pesan, lelucon, gambar, foto, audio dan atau video bernuansa seksial kepada korban meskipun sudah dilarang korban, juga mengirim atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan atau pada ruang yang bersifat pribadi, memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual, dan membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja,” bebernya.

Baca Juga  Tatap Muka di Sekolah Mulai Januari 2021, Tapi Ada Syaratnya

Menurut Primus, pencegahan oleh perguruan tinggi tertuang dalam pasal 6 ayat 1, 2, dan 3. Hal tersebut, lanjutnya, menyangkut tentang pembelajaran atau mewajibkan mahasiswa, pendidik dan teknik mempelajari Permendikbudristek RI No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS dan Pencegahan oleh Individu Pasal 7.

(Dari kiri) Wakil Ketua I Bidang Akademik Dr. Barnabas Ohoiwutun, Ketua STFSP Dr. Gregorius Hertanto Dwi Wibowo, Kaprodi Ilmu Hukum Unika De La Salle Manado Primus Aryesam, Wakil Ketua IV Bidang Humas dan Kepala LPPM Dr. Ignasius Welerubun dan Ketua LPMI Dr. Stenly Pondaag.

“Jika ada laporan kekerasan seksual, maka Perguruan Tinggi wajib melakukan penegasan, dan pemberian sanksi kepada pelaku harus berdasarkan dampak dari perbuatannya terhadap kondisi korban dan lingkungan kampus, bukan hukum pidana. Pasal 14 Ayat (2, 3m dan 4).” jelasnya.

Dalam kegiatan ini, dilakukan juga dialog antar mahasiswa, dosen, dan pemateri mengenai permasalahan kontekstual yang terjadi di lingkungan kampus dalam bingkai Permendikbudristek RI No. 30 Tahun 2021. Dalam dialog itu, lebih banyak membahas permasalahan etiket para mahasiswa yang ada di STFSP dalam relasinya dengan dosen dan bagaimana Permendikbudristek tersebut tidak menimbulkan multitafsir dan ambiguitas dalam penerapannya di kalangan mahasiswa, dosen dan para warga kampus lainnya.

Baca Juga  Sulut Raih Penghargaan Pelopor Toleransi dan Kerukunan, Kontribusi Tokoh Ini Jadi Sumber Inspirasi

Kegiatan sosialisasi dan dialog yang berlangsung kurang lebih 2 jam itu, ditutup oleh moderator dan pemateri yang menekankan bahwa kekerasan seksual ini merupakan permasalahan yang kompleks maka perlu adanya sikap disiplin dari setiap pihak baik pemerintah, perguruan tinggi dan mahasiswa.

Di penghujung kegiatan, Ketua STFSP Dr. Gregorius Hertanto Dwi Wibowo SS., M.Th., menegaskan bahwa Permendikbudristek ini menjadi bagian penggerak dari STFSP.

“Hal ini menjadikan diri mahasiswa sebagai satu manusia yang taat akan nilai dan makna hidup teratur dan membela Imago Dei atau Citra dan gambar Allah. Bukan karena dilarang, tetapi kita harus mengikuti apa yang menjadi amanat Injil yang kita terima,” ucapnya.

Dikatakan Rohaniwan Katolik yang akrab disapa Pastor Hertanto, jika sudah memiliki komitmen tersebut maka semua kita bisa saling menghormati satu sama lain.

“Ciptakan budaya etiket yang baik seperti sopan santun, cara bicara, bergaul, cara bersentuhan dan cara berpakaian, cara mengetahui hati orang dan sebagainya. Dan kita harus tahu hukum supaya lebih saling menghargai manusia,” tandas Pastor Hertanto yang juga adalah Anggota Tarekat MSC ini.

Foto bersama usai kegiatan Sosialisasi Permendikbudristek.

Turut hadir dalam kegiatan sosialisasi ini Wakil Ketua IV Bidang Humas dan Kepala LPPM Dr. Ignasius Welerubun dan Ketua LPMI Dr. Stenly Pondaag serta para mahasiswa-mahasiswi STF-SP.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan tetap mematuhi protokol Kesehatan yang sudah ditentukan oleh pihak kampus. (JPc)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0