JAKARTA, JP- Pasca Pemilihan Umum Serentak tahun 2019, tiga ketua umum partai politik maaing-masing Ketua Umum Partai Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bernasib beda.
Meraih suara dan kursi DPR RI terbanyak bahkan berpeluang memenangi Pemilihan Presiden RI, posisi Megawati tetap kokoh. Terbukti, Pasca Pemilu dan jelang Kongres V PDI Perjuangan, kepastian bahwa Megawati tetap akan menjadi ketua umum semakin sulit dibantah.
Usia Megawati yang sudah tidak mudah lagi bukan alasan bagi seluruh DPD dan DPC se-Indonesia untuk tidak mendukung Megawati kembali memimpin partai berlambang banteng moncong putih ini.
Namun di Kongres nanti, akan dipilih calon pelapis Megawati sebagai Ketua Harian DPP PDIP. Sejumlah nama menguat, dua diantaranya anak-anak Megawati maaing-masing Puan Maharani dan Prananda Prabowo.
Sementara itu nasib berbeda dialami Airlangga. Pasca Pemilu Legislatif dan jelang Musyawarah Nasional Partai Golkar, jabatan Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar digoyang kader partai sendiri, yakni mantan ketua Badan Pemenangan Pemilu Golkar Wilayah Timur Azis Samual, yang mempertanyakan kemampuan Airlangga dalam memimpin partai.
Salah satu alasannya yakni pencapaian jumlah kursi Golkar di DPR RI pada Pemilu Legislatif 2019 ini.
Kata Azis, Airlangga sebelumnya optimistis Golkar bisa bersaing dengan PDI-P. Namun kenyataannya gagal. Golkar malah disalip Gerindra. Pada 2014 lalu, Golkar meraih 91 kursi. Setidaknya, kata Azis, pada Pileg 2019, Golkar mempertahankan jumlah kursi.
Namun kenyataannya, kata dia, jangankan menyamai pencapai jumlah kursi pada 2014, untuk mengejar target survei 16 persen saat Golkar dipimpin Setya Novanto pun gagal. Golkar hanya meraih 12,31 persen.
Padahal, kata Azis, pada Pileg tahun ini total jumlah kursi di DPR bertambah dari 560 menjadi 575. Namun kursi yang didapat Golkar tahun ini malah menurun, hanya 85.
Mestinya, kata dia, penambahan jumlah kursi nasional menjadi kesempatan bagi Golkar menambah kursi di DPR.
Bahkan pengganti Airlangga disebut-sebut adalah Bambang Soesatya yang kini menjabat sebagai Ketua DPR RI. Bambang dinilai figur tepat menahkodai partai berlambang pohon beringin ini.
Walau kader lainnya mengapresiasi Airlangga karena mampu menyelamatkan Golkar dari risiko keterpurukan dan mendukungnya kembali memimpin Partai Golkar, termasuk dari DPD dan DPC Partai Golkar se-Sulawesi Utara, namun arus penolakan di internal ini bisa menjadi batu sandungan baginya di Munas nanti.
Nasib serupa dialami Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono(SBY). Ia digoyang isu Kongres Luar Biasa (KLB) karena merosotnya suara Partai Demokrat di Pemilu Legislatif 2019.
Isu KLB itu bermula dari senior Partai Demokrat yang tergabung dalam Gerakan Moral Penyelamat Partai Demokrat (GMPPD), termasuk Max Sopacua.
Namun wacana KLB ini menimbulkan reaksi dari para kader Partai Demokrat di berbagai daerah. Para kader di berbagai daerah itu kompak menolak wacana KLB yang berembus.
Reaksi penolakan dari kader partai berlambang mirip logo mercy ini pertama kali datang dari Kader Demokrat Daerah Istimewa Yogyakarat (DIY) disusul.
Juga kader Partai Demokrat di Sulawesi Utara dengan tegas menolak wacana KLB. Dikomandoi Ketua DPC Partai Demokrat Manado, Nortje Van Bonne, setidaknya 11 Ketua DPC Partai Demokrat di Sulut kompak mendukung penuh SBY sebagai Ketua Umum mereka.
Menurut Van Bonne yang kini menjabat Ketua DPRD Kota Manado ini, paslon yang diusung Partai Demokrat, yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak mampu memberi efek ekor jas pada partai yang berdiri sejak tahun 2001 itu sehingga membuat suara partainya merosot.
Lalu akankah wacana KLB terwujud? Belum bisa dipastikan. Namun issu KLB yang disuarakan para senior Partai Demokrat ini sebagai tanda awas buat SBY. (JPc)
COMMENTS