Hari Raya Tritunggal Maha Kudus
(Yoh: 3:16-18)
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.
Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.
• Introduksi
Suami takut istri. Mungkin hal yang biasa dan sudah sering kita dengar. Namun, perlu digali lebih dalam, pernyataan: suami takut istri. Sebenarnya, seorang pria seharusnya membiasakan diri untuk tidak takut kepada apa dan siapa pun.
Tetapi, keyataan yang dialami menjadi lain. Seorang pria berbadan tinggi besar dan tegap kekar harus tunduk taat kepada istri. Ketika disuruh ambil sapu di ruang belakang, suami taat seperti seorang anak kepada ibunya. Ketika disuruh untuk mengambil segelas air minum, suami turut saja. Ketika disampaikan bahwa suami boleh duduk-duduk bersama teman-teman sampai jam 22.00, suami taat untuk segera pulang ke rumah tepat pada jam yang diberitahukan. Semua karena kata-kata: suami takut istri.
Namun, apakah ini rasa takut atau rasa kasih? Jawaban kita begini: ketika melihat taatnya seorang suami kepada seorang istri, itu berarti ia lebih mencintai istrinya daripada dirinya sendiri. Ia sebenarnya, takut kehilangan harta yang paling berharga, yakni cinta antara suami dan istri. Ia tidak mau ada perbantahan dan amarah yang mengusir pergi cinta di antara mereka.
Demikian pula halnya, ketika Alkitab menceritakan kepada kita tentang pertemuan antara Allah dan Musa. Di sana Allah mengatakan kasih-Nya kepada manusia: “Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, Allah berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya,.”.
Allah itu, dari kodratnya adalah Allah yang penuh kasih, setia, penyayang dan pengampun. Cinta Allah itu melebihi segalanya, lantaran karena kasih itu, segalanya dibuat beraturan dan berbentuk. Semua yang diperbuat Allah itu baik adanya. Karena itu, seharusnya manusia takut akan Allah. Takut akan Allah berarti, manusia tidak sampai hati kehilangan cinta Allah, hanya karena dosa. Manusia takut terpisah dari cinta Allah Tritunggal Mahakudus, cinta yang tak dapat dilukiskan oleh sejumlah kata maupun teori. Karena cinta bukanlah soal teori, cinta adalah suatu rasa dan praktek nyata dalam kehidupan.
Bagaimana mungkin saya sebut Doa Bapa Kami, dengan penuh rasa iman kalau tak ada cinta? Bagaimana mungkin saya sebut Doa Bapa Kami tanpa kasih kepada Dia yang mengajarkannya kepada saya? Bagaimana mungkin saya dapat mengucapkan doa yang penuh kasih kalau tidak diilhami oleh Roh Allah, Roh cinta itu sendiri?
• Cinta dan penghakiman
Firman Tuhan mengatakan kepada kita bahwa Allah adalah adil dan penuh kasih. Allah menentang dosa dan kejahatan lewat kemarahan-Nya yang adil dan penghakiman-Nya yang benar. Juga, Allah mendekati orang-orang berdosa dan pelaku kejahatan dengan belaskasih (lambat akan marah dan siap sedia mengampuni) dan juga dengan disiplin (teguran penuh kasih kebapaan dan pelatihan di dalam kebenaran).
Yohanes Sang Penginjil mengatakan kepada kita bahwa Bapa mengutus Putra-Nya ke dalam dunia, bukan untuk menghakimi dunia tetapi untuk menyelamatkannya – tidak untuk menghancurkan tetapi untuk menyembuhkan dan membaharui. Sementara itu, Paulus Sang Rasul bangsa-bangsa mengatakan kepada kita bahwa “upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 6: 23).
Yesus menanggung sendiri semua dosa kita dan memakukan-Nya di kayu salib (Kol 2: 14). Wafat-Nya adalah suatu korban penebusan untuk dosa-dosa kita dan suatu persembahan yang sempurna kepada Bapa.
Kita tidak dapat menemukan bukti yang lebih besar dari cinta Allah untuk manusia yang jatuh dalam dosa, selain pada Salib Yesus Kristus. Untuk menebus seorang hamba, Allah memberikan Anak-Nya. Misi penyelamatan Yesus ini dimotivasi oleh cinta dan ketaatan. Itulah sebabnya, Ia dengan sukarela menyerahkan nyawa-Nya untuk kita. Yesus sendiri bersabda: Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (Yoh 15: 13). Yesus lebih dahulu mencintai kita, ketika kita masih berada dalam kungkungan dosa dan Setan.
• Percaya di dalam Putra Allah
Percayakah kita akan Yesus, yang secara pribadi wafat untuk kita, untuk anda sendiri, karena Ia mencintai anda? Alkitab memberitahukan kepada kita tentang Allah yang mengenal setiap kita. Bahkan sebelum kita ditenun dalam Rahim ibunda, Allah telah mengetahuinya (Bdk Mzm 139:13). Kita diciptakan bukan tanpa tujuan. Tujuan kita diciptakan adalah untuk bersatu dengan Allah dan turut mengambil bagian di dalam kasih-Nya dan kemuliaan-Nya dan untuk selama-lamanya. Santo Agustinus dari Hippo menulis demikian: “Allah mencintai setiap kita, seolah-olah seperti hanya satu dari antara kita yang mencinta”.
Cinta Allah itu sempurna dan lengkap sebab segala cinta-Nya ditujukan kepada kebaikan terbesar kita, yakni, menciptakan kita seluruhnya dan menyatukan kita di dalam suatu ikatan cinta dan damai yang sempurna. Itulah mengapa, Allah harus turun ke dalam lembah gelap perbudakan dosa dan kematian, hanya untuk menyelamatkan kita.
Lalu bagaimana kasih Allah membawa kesembuhan dan pengampunan di dalam kehidupan kita? Cinta Allah memiliki kuasa untuk membuat kita terbebas dari perbudakan dosa; perbudakan dalam ketakutan dan rasa bersalah, kesombongan dan kerakusan, kebencian dan iri hati. Kita hanya dapat mengenal kasih Allah dan mengalami kuasa penyembuhan-Nya pada tingkatan bahwa kita meletakkan iman kita kepada Dia dan menyerahkan hidup kita di dalam kehendak-Nya. Namun, agar iman menjadi efektif, kita wajib bertindak dan melakukan apa yang menjadi bagian kita.
Oleh karena itu, iman membutuhkan pertobatan dan ketaatan. Itu berarti, kita meninggalkan sikap tidak percaya dan ketidaktaatan kita dan berbalik kepada Tuhan dengan hati yang penuh kepercayaan dan telinga yang siap mendengarkan. Itulah sebabnya, Yesus bersabda: “Siapa yang percaya kepada-Ku tidak akan dihukum” (Yoh 3: 18).
Percaya bahwa Yesus adalah Putra Allah yang wafat untuk dosa-dosa kita merupakan kunci yang membuka pintu kehadiran-Nya dan mengijinkan Dia berkarya melalui diri kita. Yesus bersabda: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku” (Why 3:20). Tuhan Yesus mengetuk pintu hatimu, akankah engkau mendengar ketukan itu dan membuka pintu bagi Dia?
• Kodrat Tritunggal Allah
Tuhan Yesus telah mewahyukan kepada para murid-Nya misteri terbesar dari iman kita – kodrat Tritunggal Allah dan persatuan yang tak terceraikan dari Bapa abadi, Sang Putra dan Roh Kudus. Misi Yesus adalah mau menyatakan kemuliaan Allah kepada kita manusia, tentang satu Allah dengan Tiga Pribadi: Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus, dan menyatukan kita dengan Allah di dalam suatu komunitas cinta. Tujuan paling akhir, maksud Allah menciptakan kita adalah masuknya manusia ke dalam kesatuan sempurna dari Tritunggal yang Mahakudus.
Mungkin kita tidak sehebat Santo Thomas Aquino yang memiliki pengenalan yang mendalam akan Allah Tritunggal yang Mahakudus. Namun, bukan berarti kita tidak dapat mengenal dan bergaul akrab satu dengan Allah. Santa Teresa dari Avila, menganjurkan suatu jalan yang sederhana untuk dapat mengenal Tritunggal Mahakudus. Jalan itu adalah jalan doa. Doa yang dimaksudkan adalah doa bersama Sang Putra, yang mengajarkan Doa kepada Bapa, dalam Doa Bapa Kami. Oleh inspirasi Roh Kudus, kita dapat berbisik: Abba, ya Bapa. Kita merasakan doa dan relasi yang mendalam dengan Allah Tritunggal yang bertakta di batin terdalam diri kita.
• Kekuatan iman di masa Pandemi ini
Iman kepada Allah Tritunggal membuat kita tidak berputus asa dalam menghadapi kesulitan apa pun di dunia ini. Allah Tritunggal Mahakudus telah menginspirasi kita tentang suatu komunitas Trinitas yang penuh cinta dan kasih. Kadang kesulitan membuat kita kehilangan focus dan kendali untuk persatuan dan kesatuan. Kadang, masing-masing mau mencari jalan aman sendiri-sendiri secara egois. Sikap saling mendengarkan yang telah diteladani Allah tidak kita ikuti. Semua akan membawa dampak ketidaktenangan pada diri sendiri dan komunitas.
Belajar pada komunitas Tritunggal, kita mau terus tanpa putus asa membangun komunitas lintas kepercayaan yang saling mendengarkan dan bekerja sama dalam memerangi laju peluru virus corona. Kita yakin, dalam kasih dan cinta akan Tuhan dan sesama, juga akan keluarga-keluarga kita, kita mampu menghalau badai Covid19 ini dari kehidupan kita. Dalam iman akan Allah Tritunggal yang Mahakudus mari kita kuatkan motivasi kita untuk terus menjaga kehidupan dan cinta dalam kelurga-keluarga dan komunitas kita. Pantang menyerah, dalam doa dan kasih, kita terus berjuang menjaga dan membaharui hidup kita.
Doa
Tuhan, kiranya Engkau menaruh tangan-Mu yang kudus pada mata kami, agar kamipun tidak hanya melihat apa yang kelihatan, melainkan juga pada apa yang tak kelihatan. Kiranya Engkau membuka semua mata agar tidak hanya berfokus pada apa yang sekarang nampak di depan mata, melainkan juga pada apa yang tak tampak dan yang akan datang. Kiranya Tuhan membuka penutup mata batin kita, agar kita boleh memandang pesona kehadiran Allah dalam Roh, melalui Tuhan Yesus Kristus, yang berkuasa dan memerintah sepanjang segala abad. Amin. (Doa Origenes; 185-245 AD).
John Lebe Wuwur, OCD
Sacred Heart Church Sonder,
Minahasa, North Sulawesi
COMMENTS