JAKARTA, JP- Majelis Hakim menerima eksepsi dari terdakwa yang keberatan pada penggabungan perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPUA) dalam kasus Jiwasraya, dan karenanya membatalkan dakwaan untuk 13 Manager Investasi (MI).
Namun hal ini dipertanyakan Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad mempertanyakan langkah majelis hakim tersebut.
“Penggabungan perkara dalam kasus ini sebenarnya dimungkinkan. Karena perbuatan para MI tersebut sejenis yakni mengelola dana Asuransi Jiwasraya pada produk reksa dana milik MI dengan dikendalikan oleh BT, JHT, HH dan seterusnya,” ujar Suparij dalam keterangan persnya.
Menurut Pakar Hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia ini, ada beberapa MI yang saling bekerja satu sama lain. Baik dalam tahap kesepakatan maupun tahap pengelolaan reksa dana sehingga penggabungan perkara dimungkinkan.
“Simpul keterkaitan MI dengan yang lain ada pada pihak Jiwasraya, dalam hal ini semuanya di bawah koordinasi Agustin dan Syahmirwan,” jelasnya.
Bahkan Suparji menyebut bahwa penggabungan perkara ini langkah cermat dari JPU.
“Karena apabila perkara ini dipecah, padahal memiliki keterkaitan, maka akan bertentangam dengan asas pemeriksaan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan. Dalam kasus ini, saksinya hampir sama. Jika dipecah maka satu saksi bisa memberikan 13 kali dalam persidangan yang berbeda-beda,” tutur akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia ini,” paparnya.
Menariknya, Suparji meminta Majelis Hakim untuk mempertimbangkan pasal Pasal 141 huruf c KUHAP. Pasalnya, dalam pasal tersebut, beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya.
“Artinya tidak menjadi soal apakah ada sangkut pautnya. Karena dasar penggabungannya diperlukan guna kepentingan pemeriksaan,” tandasnya.
Lebih jauh, Suparji menegaskan perbuatan ini keliru karena Manager Investasi seharusnya independen.
“Jadi 13 MI ini punya keterkaitan erat baik dari sisi modus maupun akibat hukumnya,” tandasnya. (JPc)
COMMENTS