JAKARTA, JP- Pendakwah kontroversial Ustaz Yahya Waloni dikabarkan ditangkap oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri, Kamis (26/08/2021).
Hal ini menyusul beredarnya foto di media sosial yang memperlihatkan Yahya Waloni memakai peci dan batik dikawal sejumlah pria yang adalah penyidik Polri. Foto lain Yahya Waloni tampak masuk ke dalam mobil.
Dia disebut tidak melawan saat ditangkap oleh polisi di kediamannya di Cibubur. Penangkapan ini terkait kasus dugaan penistaan agama.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan penangkapan tersebut.
“Ya benar,” kata Rusdi sebagaimana dilansir dari detik.com.
Diketahui, Yahya Waloni sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme, Selasa (27/04/2021) silam. Yahya Waloni dinilai menista agama dalam ceramah yang menyebut Bible itu palsu. Pelaporan tersebut tertuang dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/B/0287/IV/2021/BARESKRIM.
Dalam kasus ini, penceramah kelahiran Manado Provinsi Sulawesi Utara ini dilaporkan bersama pemilik akun YouTube Tri Datu. Dalam video ceramah itu, Yahya Waloni menyampaikan bahwa Bible tak hanya fiktif, tapi juga palsu.
Di dalam laporan polisi tersebut, keduanya disangkakan dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45 A juncto Pasal 28 Ayat (2) dan/atau Pasal 156a KUHP.
Tuntutan Pendeta Hanny Pantouw
Masih ingat pernyataan bernada protes yang dilayangkan Ketua Umum DPP Laskar Manguni Indonesia (LMI) Tonaas Wangko Pendeta Hanny Pantouw STh kepada Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI Edward Omar Sharif Hiariej, di sela-sela Diskusi Publik Rancangan Undang-undang Hukum Pidana yang berlangsung di Hotel Four Points by Sheraton kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, pada Kamis (03/06/2021) silam?
Waktu itu saat sesi tanya jawab, Pendeta Hanny memberikan pandangan penting mengenai hukum di Indonesia. Di mana pemimpin ormas adat terbesar di Indonesia yang pengurusnya sampai ke luar negeri ini menyentil Pasal 156 a KUHP tentang Penistaan Agama.
“Tentunya masyarakat berharap agar supremasi hukum atau penegakan hukum harus berkeadilan. Jangan sampai penerapan pasal Ini hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, hanya berlaku kepada yang sedikit (minoritas, red) tetapi tidak berlaku kepada yang banyak,” tegasnya.
Dan sejalan dengan pernyataannya ini Pendeta Hanny mempertanyakan sejauh mana proses hukum terhadap oknum-oknum tertentu yang diduga telah menjelek-jelekan dan menghina simbol agama lain, diantaranya Ustaz Abdul Somad (UAS) dan Ustaz Yahya Waloni. Dari pernyataan Pendeta Hanny ini terkandung tuntutan agar kedua oknum itu segera ditahan polisi karena diduga telah menistakan agama Kristen.
“Contoh oknum UAS dan Yahya Waloni yang sudah menjelek-jelekan dan menghina salib agama Kristen dan Alkitab tapi sampai saat Ini belum juga di proses secara hukum. Padahal sudah banyak laporan polisi.. Ada apa dengan proses penegakan hukum di Indonesia?,” tanya tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat ini.
Ditegaskan Pendeta Hanny, undang-undang yang dibuat harus dapat diterapkan.
“Mau sebagus apapun undang-undang yang mau dibuat tapi jika penegakan hukumnya lemah maka tidak ada faedanya,” tandasnya.
Atas pernyataan Pendeta Hanny ini, Wamen Edward menyatakan akan menindaklanjutinya.
Adapun dalam kegiatan yang dihadiri para pakar hukum dari beberapa instansi dan kelembagaan di Sulut ini, Pendeta Hanny didampingi sejumlah pengurus DPP LMI diantaranya Sekretaris Jenderal Drs Trius Semuel Abas, ‘Tonaas Infokom Pendeta Refly Julians Mawikere, ‘Tonaas LMI DPDP Manado Wens Alexander Bojangan SH., MH., serta Departemen Pemuda dan Olahraga Bryan Pantow. (JPc)
COMMENTS