JAKARTI, JP- Menko Perekonomian RI Ir. Airlangga Hartarto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2021 lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara tetangga.
Di mana pada kuartal tersebut ekonomi tumbuh sebesar 7,07 persen year on year (yoy).
“Pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan negara tetangga kita seperti India yang sebesar 1,6 persen, Vietnam 6,6 persen, Korea Selatan 5,9 persen, dan Jepang minus 1,6 persen,” ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual di Jakarta pada Kamis (05/08/2021).
Ditambahkannya, seluruh wilayah Indonesia telah mengalami perbaikan dalam perekonomiannya.
“Pulau Jawa sebagai kontributor terbesar perekonomian nasional tumbuh tinggi sebesar 7,78 persen di kuartal II 2021, diikuti Pulau Maluku dan Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan Bali,” jelasnya.
Atas capaian ini, Airlangga yang juga adalah Ketua Umum DPP Partai Golkar ini mendapat apresiasi dari dua lembaga, masing-masing Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Apresiasi ini tak lepas dari jabatan Airlangga sebagai Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). Pasalnya, Komite yang diketuai Airlangga tersebut dinilai bisa meredam penyebaran Covid-19 sekaligus sukses membawa Indonesia keluar dari resesi.
Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal II 2021 mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen.
“Ini angka tertinggi dalam 17 tahun terakhir atau sejak 2004,” ujarnya.
Hal ini, menurut Yose, tak lepas dari pelbagai kebijakan yang dikeluarkan Airlangga yang juga adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk mengamankan sisi ekonomi nasional.
Penilaian Yose sejalan dengan strategi yang dibuat Ketua Umum DPP Partai Golkar itu. Di mana Airlangga menggunakan pola helicopter view, yang tidak sekadar memfokuskan penanganan pandemi dari sisi ekonomi atau kesehatan saja.
“Kita melihat situasi ini secara helicopter view, tidak bisa secara parsial. Jika hanya dilihat dari sisi kesehatan, kebijakan terkesan kurang tegas. Jika dilihat dari sisi ekonomi saja, kebijakannya terkesan terlalu membatasi. Ini harus dilakukan secara hati-hati dan dihitung dengan cermat, karena pemerintah harus mempertimbangkan berbagai aspek ini,” paparnya.
Yose melanjutkan, demi menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi maka pemerintah menerapkan beragam skema bantuan sosial dan insentif.
“Program Pemerintah memberikan dampak positif, tentunya berguna untuk menjaga kehidupan masyarakat tidak jatuh terlalu dalam. Agar masyarakat bisa hidup secara subsisten sambil menunggu perbaikan,” tandasnya.
Sementara, peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai pertumbuhan ekonomi bisa mempertegas usaha pemerintah yang tak sekadar memfokuskan penanganan pandemi dalam satu sektor saja.
“Pertumbuhan ekonomi 7,07 persen adalah capaian yang luar biasa besar dalam proses pemulihan ekonomi nasional,” ucapnya.
Dikatakan Ahmad, ekonomi yang mengalami pertumbuhan positif juga akan berdampak di sektor kesehatan juga terus mengalami perbaikan.
“Pemerintah cukup berhasil menangani pandemi. Walaupun kasus konfirmasi positif harian masih relatif besar, tapi cukup bisa ditahan sehingga tidak meledak seperti di India,” pungkasnya. (*/JPc)
COMMENTS