Bacaan:: Bil. 11:25-29; Yak. 5:1-6; Mrk. 9:38-43.45.47-48
Seringkali kita menemukan orang yang melihat orang lain yang tidak termasuk kelompoknya, adalah musuhnya. Atau bahkan kita sendiri kadang melihat orang yang punya pandangan beda sebagai musuh. Fakta-fakta ini menunjukkan adanya fenomena “Alergi pada perbedaan.” Padahal kita adalah bangsa yang penuh dengan perbedaan. Baik itu suku budaya, latar sosial-ekonomi dan pandangan politik serta agama. Kita perlu menyadari kenyataan ini dan belajar untuk hidup di tengah perbedaan.
Nabi Musa menegur para Yosua yang memintanya untuk mencegah orang-orang yang dipenuhi Roh Kudus, walau mereka bukan para nabi. Namun Musa justru menginginkan agar semua orang Israel dipenuhi Roh Kudus seperti nabi. Jelas bahwa Musa tidak ingin membatasi gerak Roh Allah. Roh Allah menaungi siapapun yang dikehendaki Allah. Tidak ada orang yang bisa mengatur-Nya. Musa sadar akan hal itu. Ia malah ingin semua orang Israel dipenuhi Roh Allah.
Yesus mendidik para murid untuk tidak alergi dengan perbedaan. Para murid melapor bahwa mereka melarang orang yang bukan rasul tapi mengusir roh jahat dalam nama Yesus. Yesus menegur mereka, “Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.” Yesus tidak ingin para murid bersikap eksklusif. Ia menghendaki agar mereka bersikap inklusif; terbuka dan bekerjasama dengan orang lain.
Yesus bahkan menegaskan, “Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.” Sabda Yesus ini menyadarkan kita bahwa kebaikan bukan milik kelompok tertentu. Kebaikan itu ada di mana-mana. Oleh karena itu kita tidak bisa mengklaim bahwa kebaikan milik kita sendiri.
Saudara-saudari terkasih, Roh Allah tidak bekerja dalam batas-batas tertentu. Justru Roh Allah bekerja meretas batas. Oleh karena itu kita tidak bisa membatasi-Nya. Justru kita perlu untuk mengikuti gerak Roh, dan bukan melawan-Nya.
Yesus mengajarkan kita untuk hidup di tengah perbedaan. Ia mendidik kita untuk tidak alergi dengan perbedaan. Berbeda pendapat itu normal. Berbeda sikap itu biasa. Sederhananya, “Berbeda tidak berarti bermusuhan.” Selanjutnya, orang baik itu ada di mana-mana, misalnya; di suku lain, di agama lain. Maka marilah belajar untuk merangkul, bukan memukul; belajar untuk hidup berdampingan, bukan bermusuhan. Belajar membangun persahabatan, bukan menebarkan kebencian. Mari menampakkan wajah kristiani yang penuh keramahan, bukan kemarahan. Selamat hari minggu. Tuhan Yesus memberkati. (*)
Penulis:
COMMENTS