Matius 10: 26-33
“Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui.
Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah.
Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.
Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekor pun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu.
Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya.
Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.
Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga.
Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga”.
• Introduksi
Ada dua orang yang memikul salib yang panjang dan berat. Mereka harus menyeberangi suatu jurang yang dalam. Salah seorang dari mereka itu, memotong salibnya karena terasa berat. Setelah salibnya dipotong, ia pun dapat berjalan cepat karena salibnya menjadi ringan. Sedangkan, orang yang satunya tetap menjaga utuh salibnya yang panjang. Ia tertatih-tatih memikul salibnya karena berat beban palang salib itu. Tibalah mereka pada pinggir jurang yang dalam. Orang yang tetap menjaga utuh salibnya, membentangkan kayu salib itu sebagai jembatan penyeberangan. Ia pun menyeberangi jurang yang dalam itu. Ia selamat dan penuh sukacita tiba di sebelah sisi jurang yang dalam itu. Ia selamat karena salib yang tidak ia potong, telah menjadi titian keselamatannya. Ia selamat karena ia tidak menghindar dari salib yang berat. Lain nasibnya dengan orang yang memotong salibnya. Dengan penuh sesal ia tertinggal tak dapat menyeberangi jurang dalam itu karena salib yang pendek.
Kadang kita takut terhadap salib yang berat dan panjang. Kadang kita takut terhadap tantangan dan godaan. Namun kita perlu bertanya: “Apa yang ketakutan dan rasa takut lakukan untuk Kerajaan Allah?” Ketakutan dapat memberikan kepada kita kekuatan besar. Ketakutan dapat membuat orang menjadi panic dan berlari kencang atau ketakutan dapat mendorong keyakinan dalam diri untuk bertindak. Ketakutan akan Allah menjadi penangkal kepada ketakutan akan kehilangan kehidupan dalam diri manusia. “Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku… Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia…. Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu….”(Mzm 34: 5, 10, 12).
• Rasa takut yang saleh
Apa itu ketakutan yang saleh? Ketakutan yang saleh adalah rasa hormat kepada Dia yang menciptakan kita di dalam cinta dan yang menjaga kita di dalam belas kasih dan kebaikan-Nya. Cedera terbesar atau kerugian atau kehilangan terbesar yang dapat kita alami bukanlah soal kehilangan fisik, melainkan soal kehilangan spiritual. Artinya kita kehilangan aspek hati kita, kehilangan akal budi kita dan kehilangan jiwa kita dan yang terburuk adalah menyerahkan jiwa kita pada neraka. Suatu ketakutan yang sehat akan Allah menuntun seseorang kepada kematangan. Kebijaksanaan dan ketakutan seperti ini membebaskan kita dari tirani kepengecutan, ketakutan dan kesombongan yang berasal dari dosa yang membuat kita menolak untuk melakukan apa yang benar, baik dan adil; terutama ketika kita berhadapan dengan tantangan dosa dan kejahatan. Kata Latin, “tremendum”, berarti gemetar ketakutan. Namun di hadapan Allah orang juga bisa merasa “tremendum” karena kekudusan dan kemahakuasaan Allah. Orang sekudus Nabi Musa pernah dikaruniai kesempatan melihat Allah yang kudus. Apa sikap Musa? Ia takut karena dalam tradisi biblis, melihat Allah maka manusia mati, lantaran kekudusan dan kekuasaan Allah. Musa takut, namun bukan takut karena kepengecutan dan kejahatan. Musa memiliki rasa takut yang saleh dan suci, rasa hormat dan sembah yang mendalam pada Allah. Allah yang “tremendum” (menggentarkan) namun juga sekaligus “fascinosum”
(mempesona), demikian refleksi filsuf Prancis, Marcia Eliade. Di hadapan Salib, Tuhan kita Yesus Kristus juga pernah merasa takut. Ia berdoa dalam keringat air dan darah. Namun dari balik ketakutan itu, timbul keputusan yang altruistis. Tuhan kita Yesus Kristus, dengan segala sukarela memeluk Salib demi penebusan kita dari dosa-dosa dan membebaskan kita dari perbudakan dosa, Setan dan kematian.
• Menjadi saksi nyata Salib dan Kebangkitan Yesus Kristus
Ketika Yesus mewartakan Kerajaan Allah, ia menemui oposisi dan permusuhan dari mereka yang menolak untuk percaya kepada Dia. Ia katakan kepada murid-murid-Nya bahwa mereka harus mengharapkan perlakukan yang sama, jika mereka harus terus hidup untuk mewartakan Kerajaan Allah. Ada dua segi penting dari pewartaan Yesus di sini, yang pertama adalah suatu alarm (awasan) dan yang kedua adalah suatu hak khusus (privielese). Sebagaimana Yesus harus memikul Salib-Nya, maka demikian pula para murid-Nya harus memanggul salib mereka masing-masing dan tidak mencoba untuk menghindarinya. Menderita demi iman adalah men’sharing’kan apa yang menjadi karya Kristus. Himne berikut dapat menggambarkan tentang dorongan untuk berani memanggul salib: “Angkatlah tinggi-tinggi Salib Kristus! Tapaki jejak-jejak kaki-Nya pada lorong-lorong yang pernah Ia lalui. Jangan takut, karena Roh Kudus akan memberikan kita kekuatan dan rahmat untuk hidup sebagai murid-murid Yesus Kristus. Percayalah, Allah akan memampukan kita. Allah menguatkan kita memikul salib-salib harian kita.
• Aplikasi untuk kita di saat ini
Apapun kesulitan kita di masa pandemic Covid19 ini, menjadi kesempatan bagi kita bersaksi sebagai murid Kristus yang sejati. Jangan takut menghadapi segala sesuatu yang paling buruk. Yesus pernah memikul salib-Nya di saat-saat semua orang berlari meninggalkan Dia. Kita pun bisa saja menghadapi situasi paling buruk saat ini, terpapar virus corona. Kita bisa saja setelah terpapar virus tersebut, mengalami siksaan yang lain, merasa ditinggalkan sendirian. Kita diasingkan dari sesama terdekat kita. Atau juga kita merasa cemas dan takut dengan situasi kehidupan kita saat ini. Injil kali ini mengajak kita agar jangan takut. Jadilah saksi Kristus yang siap memikul salib-salib kita sambil melangkah mengikuti Dia. Mungkin kita tidak dapat bertindak heroic dengan memakai pakaian APD lengkap. Cukuplah dengan tindakan kecil, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menjaga kesehatan diri dan sesame sudah menjadi suatu tindakan berarti dalam kepengikutan kita sebagai murid-murid Kristus. Mari kita berserah diri penuh pasrah pada Tuhan Yesus dan memohon kekuatan agar boleh dimampukan memikul salib-salib kehidupan kita.
• Doa:
“Tuhan Yesus, adalah sukacita dan rahmat khusus bagiku untuk hidup sebagai murid-Mu. Berilah aku kekuatan dan keberanian untuk menanggung apapun penderitaan yang mungkin akan datang di lorong-lorong kehidupanku. Semoga kami boleh menjadi saksi bagi orang lain tentang kehidupan baru, sukacita dan kemenangan yang telah Engkau peroleh bagi kami melalui Salib dan kebangkitan-Mu”. Amin.
John Lebe Wuwur, OCD
Sacred Heart Church Sonder,
Minahasa, North Sulawesi
COMMENTS