MANADO, JP- Pernyataan Anggota DPRD Manado Jurani Rurubua SST bahwa beberapa tokoh agama di Kota Manado menolak kebijakan pemberian dana insentif rohaniawan Pemerintah Kota Manado dengan nominal yang berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah jemaat atau umat, ternyata benar adanya.
Terbukti, saat dimintai tanggapan oleh wartawan, para tokoh agama ini menilai program tersebut tidak adil dan terkesan membeda-bedakan antar umat beragama.
Seperti yang disampaikan Rolly, tokoh agama umat Budha dari Yayasan Dhammadipa. Ia mengatakan perbedaan nominal insentif Rohaniwan yang diterapkan Pemkot Manado menimbulkan kesan adanya mayoritas dan minortitas.
“Pemberian insentif kepada Rohaniwan sebaiknya tidak boleh dibeda-bedakan. Jangan menimbulkan kesan adanya kaum minoritas dan mayoritas. Kita sama-sama tokoh agama baik Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha, Konghucu. Tugas kita pun sama, sama-sama membina dan mengayomi umat, mengajarkan kebaikan agama kita, kenapa ada perbedaan,” ujarnya.
“Lucu. Misalnya agama A umat atau jemaatnya 100 orang lalu agama B klaimn1000 orang. Kita sama-sama mengajarkan kerukunan, kebaikan, kebenaran, kebersamaan. Justru kalau seperti ini (dibuat berbeda, red) bisa berpotensi tarik menarik umat. Jangan hanya karena insentif yang tidak seberapa ini bisa kacau balau apa yang sudah kita jaga selama ini,” tambah Pandita Rolly.
Menurutnya, tanpa dijelaskan pun pihaknya sudah paham bahwa insentif ini merupakan bentuk apresiasi dari pemerintah kepada tokoh agama di Manado dan bukan merupakan bansos,.
“Namun akan lebih baik lagi jika Pemkot Manado memberikan apresiasi ini sama rata kepada para tokoh agama jangan dibedakan seperti itu. Dibuat sama rata saja. Kan insentif itu artinya apresiasi kepada para Rohaniwan tapi kenapa harus dibeda-bedakan?,” katanya.
Senada disampaikan Imam Masjid Al – Ikhlas Mako Brimob Paniki Ustadz M. Ruslan Essa.
“Kalau seperti itu, sama saja Pemkot akan membenturkan kami para umat beragama dan mengganggu keharmonisan antar umat beragama di Manado. Masa untuk pembagian insentif Rohaniawan dibeda-bedakan jumlahnya sesuai dengan umat masing-masing dari suatu agama tertentu? Kalau seperti itu, bagaimana yang minoritas di daerah ini, tentunya akan mendapatkan lebih sedikit,” ungkapnya.
Menurut Ruslan, semua pimpinan umat beragama sama di mata Tuhan, karena itu dalam memberikan insentif Rohaniwan tidak boleh ada perbedaan.
“Kenapa harus ada perbedaan dalam hal pemberian insentif kepada Rohaniwan, sedangkan kita para tokoh agama yang ada di Manado ini sama berharganya di mata Tuhan. Kita sama-sama mempunyai tugas yang mulia yaitu untuk mengayomi umat kita masing -masing, namun kenapa di mata Pemkot Manado kita berbeda-beda sehingga harus ada perbedaan dalam pemberian insentif?,” tanya Ruslan.
Tanggapan BKSAUA
Ketua Badan kerja Sama Antar Umat Beragama (BKSAUA) Kota Manado Pendeta Yudi Tunari MTeol., angkat bicara soal polemik insentif Rohaniwan.
“Ini (Insentif Rohaniwan, red) bukan dana bantuan sosial (bansos). Kalau bansos boleh minta sebesar-besarnya untuk pembangunan tempat ibadah kepada Pemerintah, tapi ini adalah dana insentif operasional Rohaniawan,” ujarnya.
Pendeta dari GMIM ini menegaskan pengaturan pemberian dana ini didasarkan pada jumlah jemaat/ umat pada masing masing tempat ibadah yang dipimpin oleh Rohaniawan tersebut.
“Semakin banyak jumlah jemaat / umat, semakin tinggi beban kerjanya,” tegasnya.
Tunari menjelaskan, Badan Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) Pemkot Manado membagi 5 kategori masing-masing kategori 1 sebesar Rp 1.500.000 juta, kategori 2 Rp 1.400.000, kategori 3 Rp 1.150.000, kategori 4 Rp 900.000, dan kategori 5 Rp 650.000.
“Pembagian kategori itu telah melewati kajian antara BKSAUA dan Pemkot Manado, serta meminta pertimbangan dan masukan dari anggota Dewan Manado. Selain itu kami juga mengambil percontohan di Kabupaten Minahasa yang modelnya sama dengan yang diterapkan di Kota Manado,” jelasnya seraya mengajak Rohaniawan yang merasa belum puas agar duduk berdiskusi bersama menyelesaikan masalah tersebut di sekretariat BKSAUA. (JPc)
COMMENTS