HomePendidikan & Agama

Merenungkan Kembali Hidup Berkeluarga

Merenungkan Kembali Hidup Berkeluarga

Warta biblis hari ini berfokus pada kehidupan keluarga, secara khusus ikatan suami-istri dan anak-anak. Pertama, ikatan cinta suami-istri. Yesus berdebat dengan para pemuka Yahudi tentang perceraian. Yesus mengingatkan mereka pada ketetapan Allah saat penciptaan. Sejak awal mula Allah menetapkan bahwa dalam ikatan cinta kasih suami-istri, seorang laki-laki dan seorang perempuan dipersatukan. “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Mrk. 10:7-8).

Perkataan Yesus tersebut sebenarnya telah tertulis dalam Kitab Kejadian. Adam mengalami kesepian. Allah menciptakan binatang-binatang untuk menjadi temannya, namun Adam tidak menemukan sosok sepadan dalam ciptaan tersebut (Bdk. Kej 2:20). Ia tetap merasa sendirian dan berbeda. Ia menyadari dirinya bukan sesuatu, tapi seseorang. Ia sadar bahwa ia adalah pribadi yang memiliki akal budi dan kehendak bebas, twrlebih sebagai citra Allah. St. Yohanes Paulus II menyebut keadaan ini sebagai kesepian asali (original solitude).

Baca Juga  Ratusan Bocah di Pineleng Turun Ke Jalan

Adam baru menemukan sosok yang setara dalam diri Hawa. Wanita itu adalah penolong yang sepadan dengan laki-laki. Oleh karena itu ketika melihatnya, Adam berkata, “Inilah dia, tulang dari tulangku, dan daging dari dagingku” (Kej. 2:23). Oleh karena itu si pria bersatu dengan si wanita. Persatuan itu disebut dengan begitu indah sebagai ‘satu daging.’ St. Yohanes Paulus II menyebut keadaan ini sebagai kesatuan asali (original unity).

Menyadari kehendak Allah akan ikatan cinta kasih suami istri sejak penciptaan, maka Yesus dengan tegas menyatakan, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, janganlah diceraikan oleh manusia” (Mrk. 10:9). Atas dasar pengajaran Yesus inilah, ajaran tentang perkawinan yang monogami dan tak terceraikan (indissolubilitas).

Baca Juga  Dibuka Gubernur Olly Dondokambey, Sidang Majelis Daerah Khusus GBI Sulut dan Gorontalo Siap Digelar

Kedua, Yesus berbicara tentang anak. Yesus menampilkan sosok anak kecil. Kita sekalian pasti suka dengan anak kecil karena berbagai alasan. Di antara semua alasan tersebut, pasti ada tentang kepolosan dan ketulusan anak-anak. Yesus juga senang dengan anak-anak. Ia terbuka untuk berjumpa, berbincang dan memberkati mereka. Oleh karena itu Yesus memarahi para murid yang melarang anak-anak yang hendak berjumpa dengan-Nya. “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku! Jangan menghalang-halangi mereka!” (Mrk. 10:14). Sikap Yesus ini bertentangan dengan sikap banyak orang saat itu. Anak-anak sering diabaikan dan dikucilkan. Mereka belum mampu menggunakan akal budi dan tidak dihitung sebagai warga negara.

Yesus melihat dalam diri anak-anak ada kemurnian, ketulusan, dan kekudusan. Keadaan yang tak bercela mengingatkan kita bahwa kita berasal dari Allah, sebagaimana disampaikan Penulis Surat Ibrani, “Dia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, semua berasal dari Allah” (Ibr. 2:11). Yesua juga menegaskan bahwa anak-anak adalah pemilik Kerajaan Allah. Secara tidak langsung, Yesus mengajak para murid untuk meneladani anak. Ia meminta mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang murni, jujur, tulus, jujur dan kudus.

Baca Juga  Canangkan SSK, CEP Dipuji BKKBN

Saudara-saudari terkasih, warta Kitab Suci ini mengajak kita untuk memperhatikan kembali keluarga kita. Bagi suami-istri, anda diingatkan kembali betapa berharga dan sucinya ikatan cinta anda. Ikatan itu harus terus dipelihara dan dilestarikan serta diperjuangkan. Bagi orangtua, anda diajak untuk memperhatikan dengan saksama anak-anak anda. Anda dingatkan untuk menghantar anak-anak anda kepada Kristus, bukan membiarkan bahkan menghalang-halangi mereka. Selamat hari minggu. Tuhan memberkati. (*)

Penulis:

Pastor Ay’s Laratmase MSC.

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0