Oleh: Pastor J. Mangkey, MSC
“In te Domine speravi, non confundar in aeternum” (Kepada-Mu, ya Tuhan, aku berharap, aku tidak akan dikecewakan selamanya.”
Kalimat ini, yang diinspirasikan oleh Mazmur 71, menghantar refleksi penutup tahun 2020 ini.
Akhir tahun biasanya menjadi waktu untuk retrospeksi dan introspeksi, yakni menengok lagi peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang mempengaruhi kehidupan kita secara pribadi dan bersama sebagai masyarakat. Pada waktu yang sama akhir tahun mengajak kita untuk menetapkan niat-niat dan resolusi-resolusi yang baru.
Yang akan paling diingat dari tahun 2020 adalah pandemi Covid-19, yang melanda seluruh dunia dan mempengaruhi pelbagai bidang kehidupan, seperti keluarga, pekerjaan, hidup sosial dan lain sebagainya. Terjadi perubahan-perubahan mendasar dalam cara kita hidup, berelasi dan bekerja. Ada rencana, niat, impian kita yang terwujud, tetapi juga ada yang tidak terwujud disebabkan oleh hal-hal tidak terduga. Covid-19 tidak sekedar masalah kesehatan tetapi juga telah berkembang menjadi masalah kemanusiaan dalam pelbagai aspeknya.
Pandemi global ini telah menelan puluhan juta orang yang terjangkit dan yang meninggal dunia tanpa mengenal status, ras, suku, golongan dan jabatan apa pun.
Tatanan sosial, budaya, politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan masyarakat diuji dan didobrak untuk ditinjau kembali, dirobah atau dibarui. Kita masuk dalam era yang disebut “New Normal”, suatu tatanan baru dalam pelbagai aspek kehidupan.
Tatanan baru ini berkaitan dengan cara, pola hidup dan berperilaku baru, cara berelasi dan bersosialisasi secara baru, cara belajar dan cara bekerja secara baru. Anjuran untuk pola hidup sehat dan aman disosialisasikan dengan lantang disertai pembatasan-pembatasan.
Tidak henti-hentinya anjuran untuk memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan tidka berkerumun terus dikumandangkan. Dalam hal ini, peran pemerintah dan partisipasi sadar dari warga masyarakat sangatlah krusial dalam memutus rantai pandemi ini.
Perubahan yang diakibatkan oleh pandemi ini menyentuh eksistensi manusia dalam hubungannya dengan Yang Mahakuasa, dengan sesama manusia dan dengan alam ciptaan.
Kita disadarkan akan keterbatasan, kerentanan dan kerapuhan kita serta diajak untuk meneropong dimensi eksistensial hidup kita melebihi hal-hal luaran atau periferal/pinggiran. Kita diajak untuk merefleksikan dan memikirkan apa yang sebenarnya penting bagi kelangsungan hidup kita dan manakah yang bersifat superfisial.
Selanjutnya, momentum Covid-19 ini menjadi era kepedulian dan solidaritas, seperti yang ditunjukkan oleh banyak warga, yang turut serta meringankan penderitaan sesama yang mendapat musibah penyakit atau kehilangan penghasilan atau anggota keluarga, dsb. Ada banyak kelompok dan gerakan sosial yang muncul untuk bergandeng tangan dengan pemerintah dalam menanggulangi masalah-masalah yang muncul karena pandemi ini.
Pandemi ini juga menjadi suatu era kebangkitan baru untuk menatap ke depan dengan komitmen baru. Ada banyak potensi-potensi di pelbagai bidang yang perlu terus digali dan dikembangkan, khususnya teknologi seperti media digital dan teknologi informasi yang terus berkembang dan dimanfaatkan. Pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat bahkan persekolahan dan peribadatan dijalankan secara online atau livestreaming. Perkembangan teknologi memang tidak bisa ditolak. Teknologi harus dikuasai. Hanya mereka yang menguasai teknologi yang akan mampu bertahan dan maju.
Di balik kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh warga karena dari pandemi ini muncul cercah sinar pengharapan bahwa akan muncul hal-hal yang lebih baik. Pengharapan ini turut dipertegas dengan hadirnya vaksin untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini, yakni vaksin untuk semua warga. Waktu pengharapan ini adalah waktu untuk berubah dan beranjak maju menuju kehidupan yang lebih berkualitas.
Kita berharap bahwa kualitas hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan lembaga-lembaga pelayanan semakin baik dan meningkat. Ada banyak rencana dan harapan baru yang menanti kita untuk dikejar dan diwujudkan.
Mengakhiri tahun ini marilah kita beretrospeksi dan berintrospeksi tentang pengalaman-pengalaman kita secara pribadi, sebagai keluarga dan sebagai anggota masyarakat, sambil memantapkan langkah-langkah baru memasuki Tahun Baru 2021.
Ada banyak peristiwa yang telah dihadapi dan dilalui. Peristiwa-peristiwa itu akan menjadi catatan atau tonggak sejarah bagi kita sebagai pribadi, keluarga dan masyarakat. Apa pun catatan sejarah kita, baik yang kita tidak harapkan atau inginkan maupun yang menguatkan dan melegakan, memberi pesan dan pelajaran untuk menata hidup kita ke arah yang lebih baik dan lebih bermutu ke depan.
Semuanya itu kita syukuri dan satukan dalam pujian kepada Allah, seperti yang diungkapkan dalam lagu klasik “Te Deum Laudamus” (Engkau kami puji, ya Allah), yang berasal dari abad ke-4, dan dikumandangkan pada kesempatan-kesempatan untuk mengucap syukur atas suatu berkat Tuhan. Madah, yang agak panjang ini, biasanya dikumandangkan juga pada setiap tanggal 31 Desember sebagai ucapan pujian dan syukur atas tahun yang akan berakhir. Madah ini ditutup dengan kalimat “In te Domine speravi, non confundar in aeternum” (Kepada-Mu, ya Allah, aku berharap, aku tidak akan dikecewakan selamanya” (bdk Mazmur 71).
Mari kita terus melangkah sambil merajut harapan baru untuk suatu hari depan yang lebih baik! Tuhan memberkati dan melindungi. Amin.
Jakarta, 31 Desember 2020 (JP”c)
COMMENTS