HomePendidikan & Agama

Tagar #RIP Ex Officio Banjiri Medos, Ada Apa dengan Hasil SMSI GMIM?

Tagar #RIP Ex Officio Banjiri Medos, Ada Apa dengan Hasil SMSI GMIM?

MINAHASA, JP- Ada yang menarik di Sidang Majelis Sinode Istimewa (SMSI) Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) ke-80, yang berlangsung di Leilem Sonder, Minahasa, ditutup pada Senin (29/03/2031) malam.

Di mana saat bersamaan postingan tulisan dengan tagar “#RIP Ex-Officio” membanjiri media sosial (medsos), tepatnya pada akun facebook para Penatua Pemuda dan Remaja GMIM.

Rupanya para Penatua Pemuda dan Remaja GMIM ini ingin mempertahankan soal Ex-Officio namun Tata Gereja GMIM tahun 2021 telah resmi ditetapkan dalam SMSI tersebut. Mereka tidak setuju point penghilangan exofficio.

Sekedar informasi pada Tata Gereja sebelumnya tahun 2016 Ketua Komisi BIPRA otomatis masuk Badan Pekerja (Ex-Officio). Hanya saja pada Tata Gereja tahun 2021 dirubah dan tidak otomatis lagi Ketua BIPRA menjadi anggota Badan Pekerja. Jika ingin masuk Badan Pekerja para Ketua BIPRA harus ikut pemilihan dan bersaing dengan Penatua Syamas Kolom.

Hanya saja, para Ketua BIPRA kali ini dimungkinkan menjadi Wakil Ketua dan Sekretaris Badan Pekerja setelah pada Tata Gereja sebelumnya jabatan ini tidak dimungkinkan diisi Ketua BIPRA.

Namun apa daya persidangan yang berlangsung virtual dipandu dari GMIM Imanuel Leilem Wilayah Sonder ini, menerima konsep perubahan Tata Gereja yang telah disosialisasikan sebelumnya.

Dalam pembahasan saat pleno sidang SMSI yang diikuti 57 kelompok persidangan ini, sejumlah masukan disampaikan peserta sidang. Setiap kelompok persidangan diberi kesempatan untuk dua orang pembicara.

Baca Juga  Sebelum E2L-MAP Menjabat, Keuangan Talaud Sudah Bocor Hingga Rp.20,3 Miliar

Sidang pleno kemudian dilanjutkan dengan pemungutan suara untuk tiga poin, yaitu : 1. Menerima atau tidak menerima konsep perubahan Tata Gereja (di luar poin tentang BIPRA dan penyebutan Diaken), 2. Menerima/tidak ketua-ketua Komisi P/KB (Pria Kaum bapa), WKI (Wanita Kaum Ibu), Pemuda, Remaja dan Anak (BIPRA) tidak lagi menjadi Ex-Officio di semua aras tetapi dapat dipilih untuk posisi dalam BPMJ, BPMW dan BPMS. 3. Perubahan penyebutan syamas menjadi Diaken.

Pada poin pertama, jumlah suara setuju sebanyak 1.586, tidak setuju sebanyak 21 suara. Sementara pada poin kedua, disetujui 1.284, tidak setuju 321 suara. Sedangkan pada poin ketiga, disetujui 1.058, tidak setuju 545. Dengan perolehan suara seperti ini berarti menerima konsep perubahan yang diusulkan.

Selanjutnya, Ketua BPMS GMIM Pdt. DR. Hein Arina yang memimpin persidangan mengesahkan setiap keputusan. Persidangan kemudian dilanjutkan dengan ibadah untuk menutup seluruh rangkaian sidang dilayani Sekretaris BPMS GMIM Pdt. Evert Tangel, S.Th, M.PdK.

Sejumlah Penatua Remaja dan Pemuda yang dari awal ingin mempertahankan soal exofficio langsung beraksi menyampaikan keprihatinan mereka, termasuk melampiaskan kekesalan mereka di medsos.

Baca Juga  Pdt Hanny: Kalau Mau Eksekusi Gereja, Tembak Mati Dulu Saya

Pnt Irwany Maki, Wakil Sekretaris Komisi Pelayanan Remaja Sinode GMIM dalam postingan FB nya tidak setuju point penghilangan exofficio dengan menulis, Prestasi yg bisa “DICATAT” dlm Quinness World Records: Membahas 8 Peraturan secara daring, 1779 Peserta, di 57 lokasi dalam beberapa jam (saja).

Senada juga dengan postingan Ketua Komisi Remaja GMIM Kanaan Kulo Tondano Pnt Edward Saragih.

“Hari ini! hati kami tersakiti oleh orang yang melayaniMu! .Hari ini kami belajar! Minggu sengsara ke 6 ini telah menginggatkan kami betapa Yesus jauh lebih banyak tersakiti karena orang orang yang telah dilayaniNya.
Hari ini! Terimakasih 321 Orang yang menyuarakan dan berdiri bersama dengan suara kami.Kalian adalah hambaNya yang mendengarkan suara kami.Tuhan pasti menolong kita,” tulis Edward Saragih.

Postingan “RIP Exoficio” juga diunggah di akun facebook Jantje Wowiling Sajow dengan menulis:
“SMSI GMIM Selesai,
Semua berjalan sesuai skenario.
Pertanyaannya ?
1).Nilai apa yg di dapat dgn di gantinya Syamas jadi Diaken ?
Kalau alasan Alkitabiah , dimana kita menemukan kata pdt dalam alkitab ?
2) Apa ruginya kalau BIPRA ex- officio BPMS ?
Selama ini warna GMIM justru sangat nampak dengan kegiatan BIPRA.
Ataukah BPMS merasa rugi dgn honor BIPRA ?
Ataukah tdk menguntungkan secara politis ?
3) Kalau pnt/sym yg CH bisa kasuistis, tapi kalau hamba Tuhan ( pdt) CH /pelanggaran moral sangat nyata hanya pulihkan oleh pasal TTG dan bisa jd ketjem, ketwil apalagi BPMS, kesaksian apa yg akan di sampaikan di mimbar gereja? Waduh … ?”

Baca Juga  Astaga! Dana Lansia Diduga Dipolitisasi di Kantor Lurah, Videonya Viral di Medsos

Postingan JWS ini mendapar respon dari banyak kalangan baik memberikan tanda like mupun mengomentari dan JWS pun merespon balik setiap komentar.

PERIODISASI dan DIAKEN

Beberapa point lain yang juga menarik ialah soal periodesasi. Di mana dari tiga tahun masa pelayanan sebelumnya kembali berubah menjadi lima tahun, sedangkan Penatua BIPRA tidak ada lagi dibatasi masalah periode. Artinya Penatua BIPRA bisa dipilih secara berturut seperti Pelsus kolom dan tidak dibatasi dua periode seperti Tata Gereja sebelumnya.

Hanya untuk calon Komisi BIPRA diperbolehkan dipilih dengan syarat berpengalaman selama dua periode sebagai Pelayan Khusus baik kolom maupun BIPRA.

Selain itu, sebutan ‘Syamas’ diganti dengan sebutan ‘Diaken’ dan Ketua BIPRA tidak lagi ex-officio.. Hal ini pun ikut dikomentari sejumlah pelayan khusus (Pelsus) di medsos.

“Syamas diganti diaken dan Ketua BIPRA tidak lagi ex-officio.. Semoga kedepan Ketua Jemaat dari anggota jemaat,” tulis Penatua di Wilayah Mawakom Frangky Kota.(JPc)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0