HomeBerita UtamaManado City

3 Fakta Ini Bikin Warga Yakin 10 Ribu Rumah Tidak Akan Terwujud, Praktisi: Hanya ‘Jualan Kecap’

3 Fakta Ini Bikin Warga Yakin 10 Ribu Rumah Tidak Akan Terwujud, Praktisi: Hanya ‘Jualan Kecap’

MANADO, JP- Program 10 ribu unit rumah murah yang dijanjikan pasangan calon (paslon) Walikota dan Wakil Walikota Manado Julyeta Paulina Amelia Paruntu dan Harley Mangindaan diyakini warga tidak akan terwujud.

Argumen mereka merujuk pada 3 fakta yang terjadi selama ini. Pertama, soal lahan. Jangankan untuk 10 ribu unit rumah, untuk membangun kantor walikota baru saja sampai sekarang belum bisa dipastikan di mana lahannya. Dan tidak mudah mengurus sebuah lahan butuh waktu yang lama baik itu ijin lokasinya, RTWT-nya dan lain sebagainya.

Kedua, Pemkot sendiri di bawah kepemimpinan GS Vicky Lumentut (GSVL) belum berhasil bangun rumah. Masih ingat peletakan batu pertama pembangunan 1000 rumah bagi PNS yang dilakukan GSVL di dekat jalan Ring Road, kerja sama dengan Bapertarum, Badan Tabungan Negara dan PT Rius Jaya, dengan sumber dananya dari APBD.

Di mana direncakan setiap tahunnya hanya akan mampu dibangin 250 unit rumah, yang dibagi dalam 4 tahap masing-masing 236 unit pada tahun 2012, 250 unit pada tahun 2013, 250 unit pada tahun 2014 dan sisanya pada tahun 2015 sebanyak 264 unit.

Faktanya sudah 9 tahun sampai sekarang belum juga terbangun 1000 unit rumah tersebut. Malah issu yang beredar bahwa proyek ini diduga sedang diusut oleh pihak Bareskrim Mabes Polri.

Contoh lainnya pembangunan 2024 rumah korban bencana 15 Januari 2014, di Kelurahan Pandu, Kecamatan Bunaken, kota Manado, yang sampai saat ini pun belum tuntas. Malah yang terjadi ada sejumlah pejabat Pemkot Manado dan pihak ketiga terseret kasus dugaan korupsi anggaran proyek pasca banjir bandang serta divonis bersalah dengan hukuman penjara. Kedua pejabat Pemkot masing-masing Maximilian Tatahede selaku mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Manado dan Fentje Salindeho Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Ketiga, pembangunan tidak di era normal tapi di era pandemi yang PAD-nya anjlok diprediksi tak sampai 300 Miliar pertahun. Sementara jika diasumsikan 1 unit rumah tipe 27 seharga Rp80 juta maka dibutuhkan anggaran sebesar Rp160 Miliar, belum termasuk lahan. Apalagi, program PAHAM bukan hanya itu tapi sangat banyak dan membutuhkan anggaran yang sangat banyak yang tentu tidak bisa terpenuhi. Belum lagi, kepemimpinan ke depan singkat karena hanya berlangsung 3 tahun 6 bulan dan bukannya 5 tahun.

Baca Juga  Sering Vokal Terhadap Kebijakan Pemerintah, Jurani jadi Sorotan Saat Datang ke KPU Dampingi PAHAM

TIDAK REALISTIS

Praktisi Perumahan Provinsi Sulut, Evert Lumi berpendapat, program 10.000 rumah tidak realistis.

Ketua DPD Asosiasi Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Provinsi Sulut ini kepada wartawan menjelaskan, satu unit rumah tipe 27 membutuhkan 72 meter persegi. Jika lahan yang disiapkan hanya 20 hektar pertahun, tidak masuk akal kalau terbangun 2000 unit.

Menurut Lumi, hitungannya sederhana yaitu, 20 hektar awalnya dikurangi 20 persen atau 200.000 meter persegi untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau), sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Kemudian, sisa lahan itu dibahagi 2 untuk 40 persennya atau 64.000 meter persegi dibangun fasilitas umum dan fasilitas sosial. Sisa 60 persennya lagi atau 96.000 meter persegi merupakan kavling efektik untuk dibangun rumah. Kalau dihitung 96.000 meter persegi dibagi 72 meter persegi untuk satu rumah, maka hanya bisa dibangun di atas lahan 20 hektar sebanyak 1.333 unit saja. Jadi, kalau 100 hektar, hanya terbangun 6.666 unit rumah,” bebernya.

Demikian halnya dengan Praktisi Perumahan Sulut lainnya Robby Palar. Ia berpendapat, untuk program 10.000 rumah ini membutuhkan lembaga pembiayaan. Jika mereka mendirikan BUMD untuk merealisasikan program ini, maka BUMD ini harus terdaftar sebagai lembaga pembiayaan. Sementara pemerintah pusat saja yang mengandalkan APBN pada program 1 juta rumah, menggunakan pihak bank sebagai lembaga pembiayaan.

Lanjutnya lagi, program itu juga memiliki deretan birokrasi yang perlu dilalui agar terealisasi. Pembebasan dan pemberian hibah untuk dijual-belikan, merupakan rangkaian tahapan birokrasi. Sebelum dijual ke masyarakat, meski tanpa uang muka, eksekutif harus mendapatkan persetujuan lembaga legislatif untuk program pembebasan lahan. Selanjutnya, eksekutif juga perlu persetujuan legislatif bila lahan yang merupakan aset pemerintah dihibahkan ke BUMD yang dimaksud untuk dibangunkan rumah dan kemudian dijual ke masyarakat. Dan perlu diingat juga, untuk pengurusan sertifikat, memerlukan biaya tambahan di luar dari anggaran pembebasan lahan dan pembangunan rumah.

Baca Juga  Bayi 5 Bulan Meninggal, Data 23 Pasien Malut "Salah Kamar"

Menariknya, kedua praktisi perumahan ini menilai, program tersebut mirip program yang dijanjikan Anis Baswedan dan Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta, yang pada akhirnya tidak terealisasi.

Padahal program Anis dan Sandi menggunakan pihak bank sebagai lembaga pembiayaan. Tapi tidak bisa jalan juga karena tanpa DP alias uang muka.

Di pihak lain, pengusaha Real Estate Sulut menyebut program 10 ribu unit rumah hanyalah ‘jualan kecap’ di Pilkada.

Para pelaku properti yang dikoordinasi Sonny Mandagi selaku Ketua DPD Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI), Leopold Nicolaas serta Welly Pesot (developer perumahan GPI Mapanget).

Mereka menyebut dan meyakini kalau program itu mustahil dan tidak akan terwujud.

“Itu hanya jualan kecap untuk kepentingan Pilkada saja. Dan kalaupun dibangun ada banyak kendala. Misalnya jika yang bersangkutan pemilik rumah tak mampu lagi membayar angsuran rumah, tetap pasti akan disita. Namanya kalau sudah menunggak dan tidak lagi dibayar, pasti disita. Jadi kami menganggap program itu cuma ‘jualan kecap’ saja. Kami punya hitung-hitungan dan kami siap berdebat soal program itu,” kata mereka.

Bisa dibayangkan mereka yang biasa berkecimpung dengan pembangunan perumahan saja “angkat tangan” dengan program ini, apalagi pemerintah daerah dan kita yang punya sedikit prngetahuan tanpa pengalaman tentang perumahan

PREDIKSI: HANYA ADA 200 UNIT RUMAH PERTAHUN

Dengan capaian PAD yang anjlok di era pandemi Covid-19 dan kebutuhan lahan yang sangat besar serta problem birokrasi, banyak yang memprediksi kalaupun program ini jalan paling setiap tahunnya hanya akan dibangun rumah 100-200 unit rumah. Sehingga jika dibangun selama 5 tahun maka hanya ada 1000-2000 unit rumah yang dibangun. Jika ini yang terjadi berarti hanya 10-20 persen atau 1000-2000 orang warga yang mendapatkan rumah itu, sementara 80-90 persen atau 8000-9000 warga bakal gigit jari karena tidak mendapatkan rumah murah tersebut.

Baca Juga  Cara Cegah Radikalisme, Wagub Steven Beri Tips

PROGRAM PEMKOT ATAU PASLON

Program 10 ribu unit rumah murah ini ternyata beriringan dengan program Pemkot Manado. Pasalnya, Walikota GSVL mengungkapkan bahwa tahun depan mulai dibangun 10 ribu unit rumah murah yang bersumber dari APBD kota Manado di atas lahan 100 hektar yang akan disiapkan Pemkot Manado.

Sementara kepemimpinan GSVL hanya sampai bulan Mei 2021. Dalam kurun waktu 4 bulan pasca Pilkada sangat tidak mungkin program ini jalan. Dan anehnya program yang sama juga digaungkan PAHAM. Kalau pun benar Pemkot Manado mau bangun 10 ribu unit rumah murah dan PAHAM juga demikian, lebih tidak mungkin lagi jika kemudian akan ada 20 ribu unit rumah dibangun periode 2021-2024. Sebaliknya jika yang dimaksudkan GSVL adalah program paslon maka ini akan melanggar aturan Pilkada yang menegaskan bahwa paslon dilarang memanfaatkan anggaran dan program Pemerintah untuk kepentingan pidana dan sanksinya adalah pidana.

Tapi syukurlah sebelum semuanya terjadi warga kota Manado tak lagi percaya dengan program 10 ribu unit rumah murah karena tidak akan terwujud. Janganlan warga, sesama kandidat Pilkada pun tidak mengganggapnya sebagai program yang tidak realistis, seperti yang dikatakan Calon Walikota Manado Sonya Silviana Kembuan (SSK) yang adalah seorang kontraktor di bidang konstruksi bangunan serta Andrei Angouw, yang memiliki background pengusaha, saat tampil di Debat Publik Kedua yang digelar di Swissbell Hotel Manado, Selasa (17/11/2020) lalu.

“Pemimpin itu harus realistis. Kita harus tahu kemampuan kita jangan retorika. Jangan menjanjikan masyarakat ke bulan, padahal tidak bisa kesana,” sindir calon walikota dari PDI Perjuangan ini saat tampil di Debat Publik Kedua yang digelar, Selasa (17/11/2020) lalu. (JPc)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0