Ambrosius M. Loho, M. Fil.
(Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado – Pegiat Filsafat)
UPAYA untuk memperhatikan manusia di kala pandemi tidak pernah tidak etis. Kendati demikian, beberapa literatur yang saya temukan, tidak ada satupun yang menuliskan tentang tidak etisnya sebuah tindakan seperti karya sosial. Dengan kata lain, tindakan kemanusiaan memang sebuah wujud nyata kita kepada sesama yang memang membutuhkan. Bahkan hal seperti itu diperkuat oleh pandangan bahwa dikala pandemi kita harus tampil sebagai benar-benar sesama yang bertanggung jawab atas diri, tapi juga bertanggung jawab terhadap sesama. Maka, melakukan tindakan etis, berarti pula bertanggung jawab terhadap orang lain. Demikian pula dapat ditegaskan bahwa, manusia harus terus-menerus memperjuangkan terwujudnya kemanusiaan yang diidamkan karena kemanusiaan merupakan manifestasi ketuhanan.
Ketertarikan penulis untuk merefleksikan manusia-kemanusiaan, tentu tidak semata didasari oleh fakta di atas, tapi justru memberi sebuah nuansa pemikiran yang baru bagi pembaca, bahwa kemanusiaan dan tindakan-tindakan atas sesama manusia (semisal di kala pandemi), adalah sebuah tindakan luhur yang dipenuhi oleh ketulusan, untuk tidak mengatakan bahwa itu tindakan wajib (?).
Dalam sebuah kursus filsafat yang turut merefleksikan covid19, penulis kembali menggaungkan beberapa poin berikut yang terkait erat dengan kemanusiaan. Pertama, membantu tanpa syarat siapa pun yang terlemah dan membutuhkan bantuan. Adakah diantara kita yang merasa bahwa ketika membantu manusia sesama, mengharapkan imbalan? Adakah yang melakukan sesuatu tindakan sosial, terutama dikala pandemi seperti ini, hanya mengejar popularitas dan ketenaran di media sosial atau media-media yang lain? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini tentu tidak mendesak untuk diuraikan, karena hemat penulis membantu pada dasarnya tanpa syarat. Ajaran agama manapun juga tentu saja mengajarkan tentang memberi tanpa syarat, aliran filsafat manusia pun tentu mengajarkan untuk kita memberi tanpa syarat.
Kedua, memperluas penggunaan nalar di forum-forum publik. Apa yang dimaksud dengan penggunaan nalar di forum-forum publik? Tidak lain menunjuk pada rasionalitas berpikir kita yang menjadi utama pada saat kita menghadapi wabah seperti ini. Demikian pun ketika menerima informasi dari berbagai media, harus punya keyakinan bahwa informasi itu tidak sepenuhnya langsung dicerna dan seterusnya dibagikan di berbagai media atau forum. Sebagai subjek yang punya kapasitas berpikir, tentu harus bijak ketika menerima setiap informasi yang diterima. Informasi yang diterima tentu perlu diverifikasi kebenarannya demi sebuah kebenaran.
Ketiga, mengamplifikasikan kesadaran umum yang sudah mulai bekembang, termasuk memandang bahwa covid19 ‘bukan lah satu-satunya musuh yang harus diperangi, melainkan hanyalah salah satu ancaman dari banyaknya ancaman yang harus diatasi bersama di masa depan, karenanya kerjasama membutuhkan kreativitas lokal dan koordinasi global. Sisi ini tentu menyiratkan sebuah pesan bahwa kita harus menumbuhkan kesadaran yang mendalam akan kerjasama dan kebersamaan untuk ‘melawan’ wabah ini. Kerjasama dan keselarasan dalam kesatuan di setiap tindakan, terutama di kala wabah ini sementara menyerang, tentu sangat diperlukan. Anjuran pemerintah untuk hidup di masa ‘new normal’ adalah sebuah ajakan untuk tetap berada para protokol kesehatan: Social distancing, physical distancing, cuci tangan, dll. Karena itu adalah ‘musuh’ bersama, maka kita harus bergerak bersama melakukan yang terbaik, yang bukan hanya kita sehat secara pribadi, tetapi kehidupan sosial kita tetap terjaga.
Keempat, kemanusiaan baru hanya muncul jika kita berhasil menghindarkan bangsa manusia dari tendensi penghancuran. Upaya untuk fokus kepada kemanusiaan, tidak menjadi sebuah pekerjaan berat. Asalkan kita berani dan berusaha untuk bergerak bersama. Menempakan sisi kemanusiaan yang etis pada setiap tindakan dan pekerjaan kita, tentu menjadi sasaran kita semua. Dengan demikian kita perlu mengedepankan sisi penting dari kemanusiaan. Hal itu pun harus nyata dan perlu diwujudkan secara baik, benar dan ada.
Pada akhirnya, terkait dengan poin-poin uraian di atas, kita terhubung dengan pemerintah karena semua yang kita lakukan di tengah pandemi, merupakan juga dukungan atas beberapa seruan pemerintah. Maka, apa pun yang hendak dilakukan pemerintah nantinya, entah menerobos dan merampas privasi kita untuk sementara waktu demi intensi keselamatan bangsa, “beri mereka makan” (tindakan baik kepada sesama manusia-kemanusiaan) merupakan suatu kewajiban. Kita tidak usa takut, atas tindakan baik kepada sesama, karena tanggung jawab negara ialah menyelamatkan humanitas. Kalau tidak ingin dicap sebagai pembunuh dengan membiarkan warganya mati kelaparan, negara mesti bertindak etis-humanis. Negara adalah kita, dan kita adalah manusia. (Bdk. fanpage driyarkara). (*)
COMMENTS