HomeBeritaBerita Utama

MK Bolehkan Eks Koruptor Bisa Ikut Pilkada Usai 5 Tahun Keluar Penjara, Bagaimana Nasib Imba dan E2L?

MK Bolehkan Eks Koruptor Bisa Ikut Pilkada Usai 5 Tahun Keluar Penjara, Bagaimana Nasib Imba dan E2L?

JAKARTA, JP- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan eks koruptor bisa menjadi calon kepala daerah asalkan sudah keluar dari penjara selama 5 tahun. Putusan ini dijatuhkan atas gugatan yang dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perludem ke MK.

Dari putusannya, MK menolak permintaan ICW dan Perludem yang meminta masa jeda waktu sebanyak 10 tahun dan hanya memberikan waktu 5 tahun bagi mantan napi usai menjalankan pidana penjara, untuk bisa mencalonkan diri dalam Pilkada.

“Mengadili, dalam provisi mengabulkan permohonan provisi para pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di ruang persidangan MK, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Dalam amar putusannya, MK menerima sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, khususnya pasal 7 ayat (2) huruf g, sebagaimana gugatan yang diajukan oleh ICW dan Perludem.

Adapun pasal 7 ayat (2) huruf g berbunyi: “Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana”.

Dia juga menyebut dalam putusannya, pasal 7 ayat (2) huruf g, bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

“Dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap,” kata Anwar.

Baca Juga  Bawaslu Talaud Evaluasi Perencanaan Program dan Anggaran Pengawasan Pemilu 2024

Sehingga, kata dia, pasal 7 ayat (2) huruf g berubah bunyinya menjadi:

Calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih kecuali terhadap pidana yang melakukan tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang berkuasa.

2. Bagi mantan terpidana telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.

3. Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Dalam pertimbangannya, anggota Majelis Hakim MK Suhartoyo menjelaskan, usai melihat fakta empirik dengan mengembalikan ke masyarakat untuk memilih calon pemimpin, ternyata tidak sepenuhnya menghadirkan pemimpin yang bersih, jujur dan berintegritas.

Baca Juga  Buka Festival Pesona Bunaken 2019, Wagub Sulut Minta Jauhi Ego Sektoral

“Sejumlah fakta empirik membuktikan kepala daerah yang terpilih yang pernah menjalankan masa pidana yang menjadi calon kepala daerah hanya mengambil alternatif mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana, ternyata mengulangi kembali melakukan tindak pidana. Dengan kata lain, orang yang bersangkutan telah menjadi pelaku kejahatan berulang atau residivis,” jelas Suhartoyo.

Menurut dia, di alam demokrasi dengan kenyataan seperti itu, pihaknya tidak memberikan toleransi terhadap keadaan tersebut.

“Sebab demokrasi bukan berbicara tentang perlindungan hak-hak individual, tetapi juga ditopang dengan nilai-nilai moralitas, diantaranya nilai kepantasan-probality, kesalehan-piousness, kewajaran-fairness, kemasukakalan-reasonableness, Dan keadilan-justice,” tegas Suhartoyo.

“Sebab hakekat demokrasi sesungguhnya, tidak semata-mata pada peletakan pemenuhan kondisi siapa yang memperoleh sesuatu suara terbanyak rakyat, dia yang berhak memerintah. Melainkan lebih kepada tujuan akhir yang hendak diwujudkan, yaitu hadirnya pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat. Sehingga memungkinkan kehadiran kesejahteraan,” lanjut dia.

Dia pun menjelaskan, pihaknya tak menerima permintaan 10 tahun dan memilih 5 tahun, lantaran menyesuaikan mekanisme 5 tahunan dalam pemilihan umum, sebagaimana putusan MK Nomor 04/PUU-XII/2009.

“Dipilihnya jangka 5 tahun untuk adaptasi, bersesuaian dengan mekanisme 5 tahunan dalam pemilihan umum atau pemilu di Indonesia. Baik pemilu legislatif, pemilu Presiden dan wakil presiden, dan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah,” pungkasnya.

Atas putusan ini, ICW meminta KPU segera melakukan revisi Peraturan KPU (PKPU).

Baca Juga  Wagub Sulut: Idul Fitri Perdalam Ukhuwah Islamiyah dan Insaniyah

“Kita meminta KPU segera mungkin merevisi PKPU dan itu tidak butuh waktu lama untuk memperbaiki pasal,” ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, di MK.

Menurut Donal, revisi yang dilakuka KPU tidak akan memakan banyak waktu. Hal ini dikarenakan, KPU tidak perlu lagi melalukan uji publik.

“Karena hanya menambahkan beberapa frasa saja, menambahkan frasa lima tahun dalam PKPU tersebut jadi menurut saya tidak perlu lagi uji publik,” kata Donal.

Donal mengatakan, KPU memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti putusan yang diberikan oleh MK. Selain KPU, Donal juga menilai Bawaslu perlu melakukan pengawasan dalam proses pendaftaran.

“Kewajiban KPU tentu menindaklanjuti putusan MK, dan dengan mengubah PKPU soal pendaftaran pencalonan. Selain KPU, Bawaslu di sini perlu juga memiliki peran untuk mengawasi proses pendaftaran ke depannya,” tutur Donal.

Atas putusan ini, bagaimana dengan nasib Jimmy Rimba Rogi (Imba) dan Elly Engelbert Lasut (E2L)? Jika keduanya sudah keluar penjara minimal 5 tahun lalu maka berhak maju di Pilkada Sulut, tapi sebaliknya jika tidak (Minimal di bawah 5 tahun, red) maka keduanya tidak akan ikut di pesta demokrasi ini.

Pasalnya, kedua kandidat kuat ini sudah mendaftar sebagai bakal calon Gubernur dan Walikota Manado namun pernah tersandung kasus korupsi dan menyandang status mantan narapidana (Napi) korupsi. (JPc/dtc)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0