ROHANIWAN Katolik asal Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara, Pastor Yance Mangkey MSC menceritakan pertemuan Paus Fransiskus dengan pemerintah Mosambik, kaum muda lintas agama serta para uskup, Pastor, biarawan-biarawati, seminaris dan katekis di Mosambik, Kamis (05/09/2019).
Pastor Tarekat MSC asal dari Tataaran yang turut hadir dalam pertemuan tersebut bersama Pastor Theo Rumondor MSC yang juga berasal dari Minahasa ini mengungkapkan, hari kedua kunjungan Sri Paus di Maputo, Mosambik, Kamis (05/09/2019) malam, yang bertemakan “Pengharapan, Perdamaian dan Rekonsiliasi” ini, diisi dengan tiga perjumpaan.
Pertama, perjumpaan dengan Presiden, Perdana Menteri, para pejabat pemerintahan, korps diplomatik dan perwakilan sipil di Istana Presiden.
Dalam sambutannya, Sri Paus pertama-tama menyampaikan rasa solidaritas dan kedekatan dengan para korban siklon yang melanda wilayah utara Mosambik pada Maret dan April lalu.
Selanjutnya Sri Paus memuji perdamaian yang telah dicapai dan terus mendorong pertemuan-pertemuan antar kelompok-kelompok yang bertikai, yakni pemerintah dan kelompok oposisi Renamo. Perdamaian dan rekonsiliasi perlu terus digalakkan dengan membangun budaya perjumpaan (a culture of encounter).
Sri Paus juga menyatakan bahwa Mosambik adalah negeri yang diberkati dengan keindahan dan kekayaan alam. Menjadi tanggung jawab bersama untuk memelihara berkat ini.
Kedua, perjumpaan lintas agama dengan sekitar 4000 kaum muda yang beragama Katolik, Protestan, Islam dan Hindu di Stadion Maxaquene.
Di perjumpaan ini, Sri Paus yang disuguhi oleh kaum muda lintas agama dengan pertunjukkan budaya, tarian dan lagu-lagu yang hidup-hidup, memberi kejutan dengan mengatakan bahwa mereka telah memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri dan menambahkan: “Dalam semuanya itu kita melihat pelbagai cara untuk menyatukan dunia dan memandang ke horison dengan mata penuh pengharapan, penuh masa depan, penuh impian.”
Paus menyebut kaum muda “sukacita negeri ini, sukacita zaman kita”. Beliau mendorong mereka untuk hidup dalam sukacita (la joie de vivre). Ia juga mendorong mereka untuk menghindari perasaan menyerah dan khawatir, yang hanya akan membunuh harapan dan impian. Mereka membutuhkan ketekunan sebagaimana dicontohkan oleh dua olahragawan Mosambik, yang mencapai prestasi membanggakan, yakni pesebak bola Eusébio da Silvia yang menghasilkan 77 gol di stadion tersebut dan atlit Maria Mutola, yang memenangkan medali emas olimpiade.
Selain itu menurut Sri Paus, walaupun berbeda tradisi namun kaum muda perlu bersatu sebagai kelompok dan tim.
Ia mengajak mereka untuk menjadi kaum muda perdamaian. Ia menyerukan kepada mereka untuk “berjalanlah dengan penuh sukacita dalam jalan-jalan perdamaian.”
Sri Paus menyemangati kaum muda untuk tidak menyerah berhadapan dengan tantangan-tantangan negaranya, tetapi menghadapinya dengan sukacita dan pengharapan.
“Inilah kata-kata saya kepada anda. Jangan membiarkan dirimu dirampas dari sukacita. Tetaplah menyanyi dan mengungkapkan dirimu dalam kesetiaan akan kebaikan yang anda telah pelajari dari tradisi-tradisi anda. Jangan biarkan seorang pun merampasmu dari sukacita,” kata Sri Paus.
Ketiga, perjumpaan dengan para uskup, imam (Pastor, red), biarawan-biarawati, seminaris dan katekis di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Tanpa Noda, Maputo, yang dihadiri oleh sekitar 800 orang yang datang dari seluruh negara.
Di pertemuan ini, Sri Paus mengajak mereka untuk menghidupi realitas yang ada, terutama yang diakibatkan oleh perang saudara selama 17 tahun. Sesuai panggilannya masing-masing perlu menemukan identitas terdalam dalam menghadapi perubahan-perubahan yang sedang terjadi, serta membarui panggilan masing-masing.
Inkulturasi menjadi tantangan. Kriteria utama adalah Injil yang diwartakan dalam kategori-kategori setiap budaya.
Beliau mengajak Gereja Mosambik untuk menjadi Gereja Visitasi, sambil bercermin dari kunjungan Maria kepada Elisabet; yakni Gereja yang menjadi pintu solusi dan ruang di mana rasa hormat, saling tukar pikiran dan dialog mungkin. (JPc)
COMMENTS