Oleh: Ni Kadek Melda Lestari
(Mahasiswa PGSD STAH N Mpu Kuturan Singaraja, Bali)
KENYATAAN sekarang dunia telah diguncang wabah covid-19 dan Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak wabah ini. Dalam rangka mencegah covid-19, semua pihak di pandang penting untuk melek ekologi, guna memutus mata rantai penyebaran virus ini. Tak terkecuali di Provinsi Bali ada upaya yang sama.
Semua pasti mengetahui Bali. Siapa yang tidak kenal Bali? Bali atau yang sering juga disebut sebagai Pulau Dewata merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kearifan lokal, memiliki dan menghargai budaya (culture)yang tinggi. Dengan konsep ‘menyama beraya’, masyarakat saling bahu-membahu dalam ‘memitigasi’ wabah pandemi covid-19 di tengah situasi yang dimaksud, sambil tetap melaksanakan anjuran dari pemerintah.
Sebagaimana kita ketahui, memitigasiadalah respondan upaya untuk mengurangi atau bahkan meniadakan risiko dari dampak bencana. Di Pulau Dewata ini, memitigasi wabah pandemi juga diupayakan dengan memanfaatkan budaya ‘menyame – braye’.
Budaya Bali mengajarkan konsep ‘Tri Hita Karana’, yang bisa diaritkan sebagai kebahagiaan manusia akan tercapai jika terjadi tiga hubungan yang harmonis. Ketiga elemen yang mesti berhubungan tersebut terdiri dari Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.
Di tengah pandemi ini masyarakat Bali percaya terhadap keyakinan Tuhan (Parahyangan) dan sesuai dengan anjuran PHDI Bali (Persatuan Hindu Dharma Indonesia)tetap melaksanakan yadnya di rumah masing-masing, mengingat pentingnya penerapan ‘physical distancing’. Dengan bantuan IPTEK, masyarakat Pulau Dewata, saling menghimbau satu dengan yang lain, untuk menghaturkan beberapa sesajen yang dilaksanakan serentak termasuk juga untuk membersihkan lingkungan secara niskala serta pembersihan diri agar dijauhkan dari virus corona.
Untuk mendukung aksi tersebut, dibentuk juga satgas gotong royong berbasis ‘Desa Adat’yang dimaknai sebagai panggilan kehormatan atas dasar kepercayaan kepada desa adat.Bersama pemerintah dan elemen masyarakat lainnya, semua masyarakat ikut berperan serta.
Dari sisi pemerintah, pemerintah Bali menghimbau beberapa pelaksanaan upacara adat, seperti upacara pawiwahan (pernikahan), Ngaben, Potong Gigi dan masih banyak lagi, hanya boleh dihadiri sebanyak banyaknya 25 orang. Demikian juga, pelaksanaan persembahyangan besar seperti ‘Bhatara Trun Kabeh’ yang biasanya dilaksanakan di pura, sekarang hanya para pemangku dan jajarannya yang melaksanakan di Pura. Sementara, masyarakat Bali mengadakan persembahyangan di rumah masing-masing.
Dari sini dapat dilihat bahwa upaya untuk memitigasi wabah seperti saat ini tidak bisa dipungkiri, perlu juga merujuk pada budaya dan nilai-nilai yang ada, serta dihidupi. Secara khusus untuk keberadaan budaya Bali yang sarat dengan makna juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Adapun nilai-nilai budaya Bali yang digunakan untuk memitigasi covid-19 yaitu nilai spiritual Bali dan nilai kemanusiaan, seperti melaksanakan persembahyangan dan meningkatkan rasa persaudaraan, kebersamaan dalam menyama-braye.
Pemerintah dan masyarakat Bali berharap dengan segala pelaksanaan yang dilakukan melalui tradisi yang ada, mampu memutus mata rantai covid-19. Selain itu masyarakat Bali berharap agar wabah pandemi ini cepat berlalu agar masyarakat bisa melalukan aktivitas seperti biasanya. Salam Culture, Indonesia Sehat!. (*)
COMMENTS