MERAUKE, JP- Tindakan kekerasan yang dilakukan dua oknum anggota TNI AU dengan menginjak kepala dari seorang warga difabel di jalan raya Mandala – Muli, Merauke, Papua Senin (26/07/2021) lalu, mendapat perhatian dari pihak gereja setempat.
Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC pun menyatakan sikapnya atas kejadian tersebut, Rabu (28/07/2021).
Dalam pernyataan sikap tersebut, Uskup kelahiran Desa Kamangta, Kecamatan Tombulu, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara ini mengutuk keras aksi dua oknum tentara tersebut.
“Setiap manusia, termasuk orang Papua, baik yang sehat maupun yang sakit, adalah manusia, gambaran Allah. Karena itu, mereka tidak bisa diperlakukan secara kasar. Mereka (Warga Papua, red) itu bukan binatang. Kami mengutuk setiap tindakan kekerasan terhadap manusia siapa pun,” ujarnya.
Ia menegaskan, setiap orang yang melakukan tindakan kekerasan terhadap manusia harus ditangkap, diadili, dan dihukum seberat-beratnya.
Menurut Uskup yang pernah menjabat sebagai Uskup Amboina ini, warga Papua sudah terlalu lama mengalami sikap dan tindakan kekerasan dari pihak aparat militer dan mereka sungguh sudah terluka. Ia pun meminta aparat militer minta maaf dan berjanji akan mengubah cara pendekatan terhadap orang Papua.
“Hendaklah aparat militer mengasihi, menghargai, dan melindungi orang Papua. Memang tetap haruslah menegakkan hukum pada siapa pun yang bersalah, yang melawan hukum entah orang Papua atau bukan, namun penegakan hukum itu harus diwarnai dengan cinta, kelembutan dan bukan dengan dendam dan kekerasan, seperti dibuat oleh dua orang aparat militer Angkatan Udara,” katanya.
Menurut Provinsial MSC Indonesia periode 1990—1994 ini, aparat militer yang ditempatkan di Papua haruslah mendapat pembinaan khusus dalam hal karakter.
“Orang Papua sudah banyak terluka dengan sikap dan tindakan kasar dan keras dari beberapa anggota militer,” paparnya.
Uskup yang menamatkan pendidikan Seminari Menengah Kakaskasen, Tomohon (1961-1967) dan Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng (1968-1975) ini, tidak menampik jika banyak anggota militer yang baik, yang sudah banyak berbuat baik untuk orang Papua.
“Kepada mereka, kami berterima kasih,” ucapnya.
Jebolan Universitas Leuven Belgia (1978 – 1981) yang meraih gelar MA di bidang Religious Studies tahun 1979 dan Lisensiat dalam Bidang Teologi Dogmatik pada tahun 1981 ini, mengapresiasi langkah cepat petinggi militer yang telah melaksanakan tindakan hukum terhadap kedua pelaku
“Siapa pun tidak boleh diperlakukan layaknya binatang, tetapi sebagai manusia yang bermartabat, gambar Allah,” tandasnya.
KSAU Minta Maaf dan Janji Tindak Tegas
Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo meminta maaf terkait insiden dua oknum anggota TNI AU tersebut.
Lewat unggahan di laman Twitter resmi TNI Angkatan Udara di @_TNIAU,Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menyesalkan dan meminta maaf atas tindakan yang dilakukan dua oknum anggota Lanud J.A. Dimara Merauke terhadap warga.
Ia berjanji akan menindak tegas dua personelnya yang melakukan kekerasan terhadap warga Papua di Merauke.
“Kami akan mengevaluasi seluruh anggota kami dan juga akan menindak secara tegas terhadap pelaku yang berbuat kesalahan,” janji Fadjar.
Senada Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Indan Gilang menyampaikan permohonan maaf mewakili institusinya atas kejadian tersebut.
“Menyikapi insiden salah paham antara oknum dua anggota Pomau Lanud J.A Dimara Merauke dan warga di sebuah warung makan di Merauke, TNI AU menyatakan penyesalan dan permohonan maaf,” ungkap Indan.

Salah satu oknum anggota TNI AU yang menginjak kepala seorang warga difabel di Papua menjalani pemeriksaan.
Sikap Istana
Istana Kepresiden RI melalui Kepala Staf Presiden Moeldoko menyesalkan terjadinya tindak kekerasan tersebut.
Moeldoko menilai tindakan tersebut terlalu eksesif.
“Atas terjadinya peristiwa tersebut, Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan penyesalan mendalam dan mengecam tindak kekerasan tersebut. KSP menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh kedua aparat tersebut sangat eksesif, di luar standar dan prosedur yang berlaku,” ujarnya.
Moeldoko mengapresiasi dan sangat menghargai respon cepat Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AU dengan menahan pelaku untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Mantan Panglima TNI itu mengajak seluruh lapisan masyarakat, untuk mendukung dan mempercayakan proses penegakan hukum serta mengawasi proses tersebut.
“KSP akan memastikan bahwa pelaku diproses secara hukum yang transparan dan akuntabel, serta memastikan korban mendapat perlindungan serta pemulihan,” katanya.
Moeldoko berharap agar semua lapisan masyarakat, terlebih aparat penegak hukum memiliki perspektif HAM, menekankan pendekatan humanis dan dialogis, utamanya terhadap penyandang disabilitas.
“KSP mengajak semua pihak untuk berupaya memastikan agar kejadian tersebut tidak berulang, baik di Papua maupun di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya.
Kronologis
Baru-baru ini viral video yang berdurasi 1:20 menit ramai beredar di media sosial, yang memperlihatkan 2 anggota TNI AU sedang mengamankan seorang pria Papua di sebuah warung. Pria Papua tersebut ternyata penyandang disabilitas tuna wicara.
Tak lama kemudian, 2 personel TNI AU menghampiri warung lalu menyergap pria Papua. Tak berkutik disergap dua personel berbadan tegap, sang pria pun tersungkur dan diseret ke jalan oleh kedua anggota TNI AU tersebut.
Setelah dibuat tersungkur, salah satu anggota TNI AU menginjak kepala sang pria yang tengkurap di trotoar jalan.
Adapun peristiwa kekerasan terhadap seorang warga Papua itu terjadi pada Senin 25 Juli 2021di Merauke, Papua. (*/JPc)
Berikut pernyataan sikap lengkap dari Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC:
Pertama, Terima kasih kepada petinggi militer yang sudah dengan cepat melaksanakan tindakan hukum terhadap dua orang aparat militer Angkatan Udara yang melaksanakan kekerasan.
kedua, Setiap manusia, termasuk orang Papua, baik yang sehat maupun yang sakit adalah manusia, gambaran Allah. Karena itu mereka tidak bisa diperlakukan secara kasar. Mereka itu bukan binatang. Kami mengutuk setiap tindakan kekerasan terhadap manusia siapapun.
Ketiga, Yang melaksanakan tindakan kekerasan terhadap manusia harus ditangkap, diadili dan dihukum seberat-beratnya.
Keempat, Khusus terhadap orang Papua yang sudah terlalu lama mengalami sikap dan tindakan kekerasan dari pihak aparat militer dan mereka sungguh sudah terluka, hendaklah aparat militer minta maaf dan berjanji akan merubah cara pendekatan terhadap orang Papua. Hendaklah aparat militer mengasihi , menghargai dan melindungi orang Papua. Memang tetap haruslah menegakkan hukum pada siapapun yang bersalah, yang melawan hukum entah orang Papua atau bukan, namun penegakan hukum itu harus diwarnai dengan cinta, kelembutan dan bukan dengan dendam dan kekerasan, seperti dibuat oleh dua orang aparat militer angkatan udara.
Kelima, Karena orang Papua sudah banyak terluka dengan sikap dan tindakan kasar dan keras dari beberapa anggota militer, maka para anggota militer yang ditempatkan di Papua haruslah mendapat pembinaan khusus dalam hal karakter.
Keenam, memang kami tidak menutup mata atas banyak anggota militer yang baik, yang sudah banyak berbuat baik untuk orang Papua secara khusus. Kepada mereka kami sangat berterima kasih.
Demikianlah pernyataan kami. Salam dan hormat, Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC, uskup Agung Merauke. (*)
COMMENTS