HomePendidikan & Agama

Datangi Masjid dan Bicara Soal Toleransi di Peringatan Turunnya Alquran, Pendeta Hanny Ungkap Kata Bijak Gus Dur dan Filosofi Pelangi

Datangi Masjid dan Bicara Soal Toleransi di Peringatan Turunnya Alquran, Pendeta Hanny Ungkap Kata Bijak Gus Dur dan Filosofi Pelangi

MANADO, JP- Pendeta Hanny Pantouw STh benar-benar sosok yang sangat toleran serta pantas dijadikan panutan dan tokoh nasional.

Betapa tidak dalam setiap kesempatan figur paripurna ini terus menyuarakan kerukunan beragama yang harus selalu dijaga semua umat beragama tanpa kecuali demi menjaga Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Seperti yang terjadi pada Kamis (29/04/2021). Pendeta Hanny bersama pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Laskar Manguni Indonesia (LMI), Ormas Adat terbesar di Indonesia, mendatangi Masjid Al-Ghufron Malendeng Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara, sekaligus menghadiri acara buka puasa bersama umat muslim di Masjid ini, yang dirangkaikan dengan peringatan turunnya ayat Alquran atau Nuzulul Quran kepada Nabi Muhammad SAW.

Kedatangan Ketua Umum/Tonaas Wangko DPP LMI dan jajarannya ini didampingi salah satu pengurus GUSDURian Sulut, tokoh muda Muslim Kota Manado dan juga salah satu tokoh umat Masjid Al-Ghufron Taufik Bilfaqih dan disambut gembira Ketua MUI Sulut KH. Abdul Wahab Abdul Gafur LC, Imam Masjid, serta pengurus Badan Ta’mir Masjid (BTM) dan umat muslim Al-Ghufron Malendeng.

Dalam Masjid tersebut, Pendeta Hanny didaulat membawa sambutan.

“Ini momen langka bisa bersilaturahmi dengan kiai haji, imam, ustad, tokoh dan umat muslim di sini (Masjid Al-Ghufron Malendeng, red). Tidak ada kepentingan politik karena ini murni keterpanggilan dan niat baik kami untuk selalu membangun silaturahmi dan toleransi dengan para tokoh dan umat muslim,” ujarnya.

Ketua Umum DPP LMI Tonaas Wangko Pendeta Hanny Pantouw saat tiba di Masjid Al-Ghofur Malendeng bersama Tokoh muda Muslim Taufik Bilfaqih.

Pendeta Hanny mengaku, pertemuan dengan tokoh dan umat muslim ini bukan baru kali ini dilakukan, namun sudah sering terjadi jauh sebelumnya.

“Selama ini saya sangat dekat, bersahabat dan mengenal baik dengan para tokoh umat Muslim di Sulut. Karena itu ketika kami hadir, kami selalu diterima dengan baik oleh para tokoh dan umat Muslim seperti di Masjid Al-Ghufron. Karena itu sebagai Pendeta saya bersyukur bisa dekat dan selalu bersama dengan para tokoh dan umat muslim dalam rangka membangun kebersamaan dan toleransi beragama demi NKRI,” katanya.

Pendeta Hanny mengatakan momen peringatan Hari turunnya ayat Alquran ini merupakan hari yang luar biasa di momen Bulan Suci Ramadhan, apalagi dihadiri Ketua MUI Sulut memberikan tausiah, dirinya sebagai seorang Pendeta dan Ormas Adat terbesar di Indonesia.

Baca Juga  Uskup Manado Pimpin Misa Syukur atas Beatifikasi Juan Alonso, Pastor Yance Sampaikan Usulan Menarik

“Ini pesan toleransi beragama yang luar biasa. Dari Masjid ini, dari Kota Manado dan dari Sulut kita kirim pesan ke Indonesia bahwa toleransi beragama itu sangat penting dan indah, sekaligus ajakan untuk selalu merawat toleransi beragama demi NKRI,” katanya seraya menambahkan pertemuan ini mempertegas Sulut rukun, Kota Manado rukun dan sekaligus menjadi contoh di Indonesia.

Pendeta Hanny mengatakan, orang mempeributkan soal Islam dan Kristen. Padahal antara Islam dan Kristen ada banyak kemiripan.

“Saya sering mendengar ceramah dari para imam Masjid dan tokoh Muslim, saya lihat ada banyak kemiripan antara Islam dan Kristen. Perbedaan hanya ada pada soal kelahiran Yesus, di mana Kristen mengatakan bahwa Yesus itu Tuhan dan Islam mengatakan Yesus itu Nabi Isa. Kristen dapat pemahaman dari Alkitab dan Islam dari Alquran. Jadi jalani masing-masing. Orang Islam bilang agamamu agamamu agamaku agamaku. Kalau ada yang pindah agama itu hanya oknum. Yang terpenting adalah bagaimana umat Kristen dan umat Islam hidup berdampingan merawat toleransi beragama demi NKRI,” jelasnya.

Pendeta Hanny Pantouw (Kanan) saat hadir di acara Buka Puasa di Masjid Al-Ghufron.

Pendeta Hanny mengaku sangat tidak ingin terjadi keributan lintas agama, karena bisa merusak semua sendi kehidupan bersama, berbangsa dan bernegara.

“Untuk apa ribut soal agama? Kalau ribut pasti akan ada oknum yang ikut memanas-manasi hingga berujung konflik. Akibatnya daerah kita tidak aman, negara kita tidak aman. Kalau tidak aman bagaimana kita mau kerja, mo cari doi (uang, red) untuk hidup kita? Semua pasti berantakan, daerah dan negara kita bisa hancur,” bebernya.

Pendeta Hanny menyentil soal maraknya bom di rumah ibadah dan tempat-tempat lain.

“Kalau ada Pendeta mengatakan bom bunuh diri itu mati syahid, katakan saja ke Pendeta itu biar dia saja yang lakukan bom bunuh diri, jangan suru orang lain. Hanya orang bodoh yang bilang bom bunuh diri itu mati syahid. Karena semua agama justru mengajarkan cinta kasih dan kedamaian,” katanya.

“Ingat keamanan itu mahal. Jika negara atau daeeah kita tidak aman maka anggaran semuanya terserap menangani konflik. Akibatnya ekonomi hancur, biaya hidup akan sangat mahal. Jangan sampai hal ini terjadi di Sulut, seperti peristiwa kerusuhan yang pernah terjadi di Ambon waktu lalu,” tambahnya.

Baca Juga  Ibadah Tamasya Sukses, Ketua Rukun Koraag Puji Panitia

Pada kesempatan itu, Pendeta Hanny mengungkapkan bahwa toleransi beragama juga dihidupinya ketika mendirikan dan memimpin LMI.

“Ormas Adat ini (LMI, red) unik. Lahir di Minahasa, dipimpin oleh seorang Pendeta tapi menjadi Ormas Nasional, baik spiritnya maupun kepengurusannya yang tersebar di Indonesia dan bahkan di luar negeri yakni di 39 negara bagian di Amerika Serikat dan Jepang,” paparnya.

Tak hanya itu, kepengurusan LMI juga beranggotakan lintas agama dan lintas suku.

“Di DPP (Dewan Pimpinan Pusat) ada Ketua NU Sulut di jajaran penasihat. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia ketuanya dari Muslim seperti di Kabupaten Bolmong Timur, di Makassar dan Provinsi Sulawesi Selatan dan daerah-daerah lainnya. Di Kalimantan yang memimpin LMI bukan dari suku Minahasa tapi dari suku lain. Karena pada dasarnya LMI dibangun untuk jadi Ormas nasional dengan komitmen merawat toleransi beragama, serta menjaga NKRI dan Pancasila,” tukasnya.

Pendeta Hanny pun memberikan kesaksian tentang toleransi yang dibangunnya sejak masa mudanya ketika hidup di Jakarta.

“Di sana (Jakarta, red) saya sering duduk di Masjid di Depok. Teman-teman saya banyak yang Muslim. Saat pulang ke Manado ada seorang teman saya yang Muslim ikut dan tinggal bersama saya. Waktu terjadi kerusuhan di Ambon orang tuanya panik dan meminta dia jangan tinggal dengan Pendeta. Tapi saya katakan waktu itu bahwa dia tetap aman. Saya katakan ke dia begini siapapun yang ganggu kau akan berhadapan dengan saya,” tukasnya.

Tonaas Wangko LMI Pendeta Hanny Pantouw ((Paling kanan), Ketua MUI Sulut Abdul Wahab Abdul Gafur, Ketua BTM Al-Ghufron Malendeng H. Syarwani SE, diwawancari wartawan usai buka puasa.

Bahkan, lanjut Pendeta Hanny, ketika teman Muslimnya itu akan menikah dengan gadis Muslim di Manado, dirinya mendampingi saat acara masuk minta.

“Waktu dia ingin menikah dengan gadis Muslim di Kampung Ternate, dan dia minta saya mewakaili orang tuanya masuk minta ke orang tua dari gadis tersebut. Ustad yang hadir di situ sampai heran,” ucapnya.

Baca Juga  PMKRI Manado dan Germas Ziarah ke Makam Pahlawan

Pendeta Hanny mengungkapkan, ia komit membangun toleransi beragama salah statusnya terinspirasi dari pernyataan bijak dari Dr. K. H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, tokoh Muslim Indonesia dan Presiden RI keempat.

“Gus Dur katakan tidak penting apa pun Agama atau Sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik buat semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu’. Makanya di fb (facebook) saya menulis begini ‘hidup ini sekali dan singkat, jika hidupmu bermanfaat dan jadi berkat bagi orang lain sekali itu cukup’. Sulut harus jadi contoh hidup berdampingan rukun dan damai antar umat beragama,” tandasnya.

Karena itu, menurut Pendeta Hanny, jika ada tokoh atau umat Muslim yang berpikir nasionalis dan plural maju di eksekutif dan legislatif, dirinya pasti mendukung penuh karena orang itu akan menjadi berkat bagi banyak orang.

“Seperti bung Taufik Bilfaqih tokoh muda Muslim yang nasionalis dan plural. Kalau beliau mau maju di eksekutof atau legislatif pasti saya dukung,” tegasnya dan langsung disambut ucapan ‘amin’ oleh umat Muslim

Menariknya, di akhir sambutannya, Pendeta Hanny menyampaikan kata bijak dengan mengambil filosofi pelangi.

“Mari torang basudara (bersaudara, red). Jangan kalah seperti pelangi biar beda warna tapi tetap bersama. Torang (Kita, red) biar beda agama dan suku tetap hidup bersama dengan aman. Urusan surga urusan agama masing-masing, torang lakukan hal-hal yang baik. Sehingga nantinya ketika torang dipanggil Tuhan torang sudah lakukan yang terbaik, mereka yang masih tinggal di dunia akan meneruskan torang pe perjuangan,” pungkasnya.

Pasukan Khusus LMI ikut mengamankan acara buka puasa di Masjid Al-Ghofur.

Sambutan dari Pendeta Hanny mendapat apresiasi dari para tokoh agama Islam dan umat Muslim yang hadir dalam pertemuan itu. Bahkan salah satu jurnalis Muslim Saleh Nggiu yang ikut meliput kegiatan ini mengaku sambutan Pendeta Hanny sangat inspiratif.

“Sambutan Pendeta Hanny sangat inspiratif. Apalagi disampaikan di Bulan Suci Ramadhan. Beliau (Pendeta Hanny, red) tokoh agama dan rokoh masyarakat Sulut yang sangat toleran dan komit menjaga Pancasila dan NKRI. Sudah saatnya Pendeta Hanny didorong menjadi tokoh nasional asal Sulut,” kata Saleh yang mengaku selalu mengikuti dan meliput kegiatan Pendeta dan LMI di tengah masyaralat.

Turut hadir daei LMI Gembala Maidy Palar, istri dari Pendeta Hanny Pantouw,Sekretqris DPP LMI Trius Abas dan jajaran DPP LMI, Ketua DPD LMI Tonaas Wens Boyangan SH., MH., dan Ketua Organisasi Sayap LMI Milenial Tonaas Richi Putra Logahan masing-masing bersama pengurusnya serta Pasukan Khusus (Pasus) LMI yang ikut menjaga acara Buda Puasa di Masjid Al-Ghafur Malendeng, Kota Manado. (JPc)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0