Oleh: Taufik M. Tumbelaka
PAGI ini, 59 tahun lalu atau tepatnya 4 April 1961 terjadi peristiwa besar yang merubah sejarah Sulawesi Utara menjadi sangat cerah.
Broer Tumbelaka berhasil mempertemukan dua pihak yang telah bertahun-tahun saling bermusuhan dalam pertempuran paling sengit dalam sejarah Indonesia pasca kemerdekaan tahun 1945, Panglima Kodam XIII/Merdeka, Brigjend Soenandar Pridjosoedarmo di satu pihak yang didampingi hampir semua perwira dari Kodam dengan Daniel “Joes” Julius Somba di lain pihak yang didampingi para Tokoh penting Permesta: Wim Tenges, Abe Mantiri, Lendy Tumbelaka dan pasukannya.
Mereka menyudahi pertempuran yang konon telah memakan korban jiwa hampir 25.000 orang.
Pertemuan yang dilanjutkan dengan upacara militer ini, terjadi di antara desa Lopana dan Malenos (sekarang Malenos Baru), Minahasa Selatan.
Pertemuan dan sekaligus penghentian pertikaian senjata ini dikatakan Broer Tumbelaka adalah sekaligus reuni antara Panglima Sonandar dan salah satu Tokoh Besar Permesta, DJ “Joes” Somba. Ya, mereka berdua merupakan rekan satu angkatan dimasa kedinasan TNI-AD.
Dibalik peristiwa besar ini ada pelajaran bisa dipetik, masing-masing pihak yang bertempur mau dengar-dengaran kepada Broer Tumbelaka dan pihak-pihak yang inginkan adanya perdamaian. Ke dua belah pihak bukan orang hebat, mereka merupakan orang-orang sangat hebat.
Mengedepankan jiwa besar, mau berdamai walaupun darah telah mengucur, puluhan ribu nyawa dari masing-masing kubu telah hilang.
Mereka bisa berdamai dengan hati masing-masing, bisa kalahkan emosi, bisa singkirkan ego dan bisa mengubur dendam. Mereka kedepankan rasio otak, mereka andalkan logika.
Pertanyaanya, bisakah para Pemimpin dan Pejabat di Sulut pada zaman sekarang seperti mereka..?? Semoga. (JPc)
COMMENTS