HomeBeritaBerita Utama

Ini Kronologi Kasus Dugaan Suap yang Menjerat Komisioner KPU RI dan Caleg PDIP

Ini Kronologi Kasus Dugaan Suap yang Menjerat Komisioner KPU RI dan Caleg PDIP

JAKARTA, JP-Kasus dugaan suap berkaitan dengan pengurusan Pergantian Antar-Waktu (PAW) Anggota DPR dari PDIP, yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Caleg DPR RI PDIP serta beberapa orang lain, terus didalami KPK.

Namun banyak kalangan masih penasaran tentang jalan cerita dari kasus ini.

Berikut kronologi kasus dugaan suap ini
Berdasarkan penjelasan dari Ketua KPK Lili Pintauli Siregar pada konferensi pers di kantornya pada Kamis (09/01/2020) malam, yang disadur dari detik.com.

Kasus bermula saat caleg PDIP atas nama Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada Maret 2019, padahal Nazarudin merupakan caleg DPR terpilih. Lantas di awal Juli 2019, Lili menyebut ada salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seorang bernama Doni yang disebut berprofesi sebagai advokat untuk mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).

Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu.

Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP bersurat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin di DPR. Namun KPU melalui rapat pleno menetapkan caleg PDIP yang memperoleh suara di bawah Nazarudin yaitu Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin di DPR.

Di sinilah terjadi ‘main mata’. Lili menyebut ada seorang swasta bernama Saeful melobi Agustiani Tio Fridelina agar mengabulkan Harun sebagai pengganti Nazarudin ke DPR. Agustiani lantas menghubungi Wahyu Setiawan yang merupakan Komisioner KPU. KPK menyebut Agustiani adalah mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu yang juga orang kepercayaan Wahyu Setiawan.

Namun KPK tidak menyebutkan jelas mengenai ada tidaknya perintah dari PDIP pada Saeful untuk mengurusi masalah itu. Sumber uang dari Saeful disebut KPK masih akan didalami dalam proses penyidikan.

Baca Juga  Dulu Lantang Berdakwah dengan Nada Menghina, Kini Meminta Maaf di Ruang Pengadilan, PGI: Kita Maafkan Yahya Waloni

Kembali pada persoalan lobi-lobi. Wahyu yang mendapatkan kabar dari Agustiani lantas menyatakan setuju dengan mengatakan ‘Siap mainkan!’.

Untuk membantu penetapan HAR (Harun Masiku) sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp 900 juta.

Ada beberapa kali realisasi pemberian. Berikut rinciannya:
Pertengahan Desember 2019
– Salah satu sumber dana yang tengah didalami KPK memberikan Rp 400 juta yang ditujukan ke Wahyu Setiawan melalui Agustiani, Doni, dan Saeful.
– Wahyu menerima Rp 200 juta dari Agustiani di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Pada akhir Desember 2019
– Harun memberikan Rp 850 juta ke Saeful melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
– Saeful memberikan Rp 150 juta ke Doni.
– Sisanya Rp 700 juta di Saeful dibagikan ke Agustiani Rp 450 juta dan sisanya Rp 250 juta untuk operasional.
– Rp 450 juta yang diterima Agustiani disebut KPK ditujukan ke Wahyu sebesar Rp 400 juta tetapi uang itu disimpan oleh Agustiani.

Kemudian pada 7 Januari 2020, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. Setelahnya Wahyu Setiawan menghubungi Doni bahwa dirinya masih mengupayakan Harun sebagai PAW.

Pada Rabu, 8 Januari 2020, WSE (Wahyu Setiawan) meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani. Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF (Agustiani Tio Fridelina) dalam bentuk dolar Singapura.

KPK lantas menetapkan Wahyu Setiawan dan Agustiani sebagai penerima suap dan Harun serta Saeful sebagai pemberi suap. Namun Harun tidak terjaring KPK dalam OTT sehingga KPK meminta Harun kooperatif menyerahkan diri.

Baca Juga  Elly: Jangan Menabur Angin, Karena Kita Akan Menuai Badai

Namun beredar isu liar yang berkaitan dengan OTT itu. Salah satu informasi menyebutkan bila tim KPK sempat dihalangi saat berada di kantor DPP PDIP saat OTT.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Sebetulnya tim lidik KPK itu tidak ada rencana menggeledah karena itu kan pada tindakan penyidikan, sementara ini masih dalam penyelidikan.

Namun beredar isu liar yang berkaitan dengan OTT itu. Salah satu informasi menyebutkan bila tim KPK sempat dihalangi saat berada di kantor DPP PDIP saat OTT.

Dalam hukum acara, tindakan penggeledahan memang hanya dapat dilakukan pada tahap penyidikan. Sedangkan saat OTT terjadi KPK melakukan serangkaian tindakan penyelidikan.

Saat itu tim KPK sudah berada di kantor DPP PDIP untuk memasang segel berupa KPK Line.

Sebetulnya tim penyelidik ini hanya ingin mengamankan lokasi, jadi kayak model KPK Line dan sebetulnya mereka juga dibekali surat tugas dalam penyelidikan dan kemudian itu lengkap surat tugasnya.

Tim KPK sudah berkoordinasi dengan pihak keamanan DPP PDIP. Namun pihak keamanan DPP PDIP menghubungi atasannya.

Tetapi sekuriti itu mencoba menghubungi atasan mereka dan terlalu lama kemudian teman-teman ini harus berbagi untuk mencari, menempatkan KPK Line di tempat objek-objek yang lain sehingga kemudian ini ditinggalkan.

Setelah ini KPK akan melakukan tindakan hukum berkaitan dengan kasus tersebut karena status penanganan perkara sudah ditingkatkan ke penyidikan. Jadi tidak benar soal isu gagalnya penggeledahan di DPP PDIP.

Jadi bukan gagal atau tidak dapat melakukan penggeledahan karena bukan tindakan penggeledahan dilakukan.

Lantas ada pula isu yang menyebutkan bila Sekjen Hasto Kristiyanto berada di balik urusan suap menyuap itu sebagai sumber uang. KPK tidak menjawab lugas tentang hal ini.

Baca Juga  Buka OSN SMA 2019, Gubernur Olly Ucapkan Selamat Berlomba

Sumber dana ini sedang didalami oleh teman-teman di penyidikan. Kemudian ada beberapa misalnya pihak swasta itu kan menjadi sumber aliran dana juga kan, yang membawa dan mengantarkan.

Masih berkaitan dengan Hasto. Ada pula isu yang menyebutkan bila tim KPK pada saat melakukan OTT sebenarnya juga mengejar Hasto. Isu itu menyebutkan bila Hasto ‘bersembunyi’ di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Seperti apa ceritanya?

KPK menyebut ada kesalahpahaman yang terjadi di PTIK. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan saat itu ada tim KPK di PTIK untuk melaksanakan salat. Namun Ali tidak menjelaskan apakah tim KPK di PTIK itu merupakan tim terkait OTT pada hari itu.

Kemudian, oleh petugas di sana kemudian petugas sempat dicegat dan kemudian dicari identitasnya, sampai kemudian diproses. Di situ ditanya seterusnya kemudian seperti yang saudara tadi sampaikan tes urine dan lain-lain seolah ada orang yang ingin berbuat. Tentunya ada kesalahpahaman di sana. Dan kemudian diberitahukan petugas KPK lalu kemudian dikeluarkan.

Itu memang tidak diketahui oleh teman-teman (Polri) bahwa ini adalah petugas KPK dan kebetulan di sana lagi ada acara. Ada pengamanan tempat.

Hasto sendiri saat ditanya mengenai hal ini menepis berada di PTIK. Hasto mengaku saat itu sedang ada kegiatan untuk persiapan Rakernas PDIP saat OTT KPK berlangsung.

Lantas apakah Hasto akan dipanggil nantinya dalam proses penyidikan?

Bisa saja dipanggil. Tapi bukannhanya Hasto tetapi mungkin kepada pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan pengembangan perkara ini pasti juga ada panggilan-panggilan. Kita tunggu saja sambil berharap profesionalisme KPK dalam menangani kasus ini. (JPc/dtc)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0