HomeBudaya & Pariwisata

Duo Kolintang: “The Sounds from Minahasa”

Duo Kolintang: “The Sounds from Minahasa”

JAKARTA, JP- Di akhir tahun 2021 ini, tepatnya tanggal 21 Desember 2021, dilaunching sebuah karya album musik, berjudul: “Duo Kolintang: The Sounds From Minahasa” karya Maestro Dwiki Dharmawan dan Musisi Kolintang Ferdinand Soputan yang akan disiarkan secara live dalam channel youtube Sabuah Kolintang dan instagram dharmawan_dwiki_official.

Karya ini sejatinya merupakan kerja kolaboratif sang maestro Dwiki Dharmawan yang telah dikenal luas sebagai pakar di bidang piano jazz dan musisi kolintang muda, Ferdinand Soputan, yang juga sudah dikenal sebagai pemain/pelatih kolintang dengan sejuta talenta.

Jadi karya ini adalah kolaborasi piano dan kolintang, namun Dwiki menyebutnya sebagai “Duo Kolintang”. Demikian pun, di dalam karya ini, justru terpentas sebuah model aransemen yang berbeda dengan aransemen biasanya dalam penggarapan musik kolintang.

“Karya ini dilatarbelakangi oleh keinginan mereka mengeksplorasi salah satu musik khas Minahasa yaitu kolintang yang saat ini dalam proses pengajuan ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia, tepatnya suku Minahasa,” ujar Dwiki dan Ferdinand.

Ia meyakini bahwa jika kita memandang jauh ke belakang, musik kolintang ini memiliki sejarah yang panjang, termasuk sarat dengan kekhasan atau memiliki keunggulan tertentu.

Baca Juga  Wisatawan Asing Ikut Mengabadikan GWR 2019

“Karya kami ini adalah wujud dari pemajuan kebudayaan, karena Indonesia merupakan negari yang kaya akan budayanya. Karena kekayaannya itulah, saya bersama Ferdi, mencoba berkarya bersama dengan berkolaborasi, sebagai bagian awal kami untuk melahirkan karya yang lebih lengkap lagi. Mengapa ini baru terbatas, karena kami baru mengolaborasikan piano dan kolintang melodi. Kedepannya kami akan mengolaborasikan piano dengan ansambel musik kolintang kayu yang lengkap.” kata Dwiki

Dalam proses kreatif mengerjakan album Duo Kolintang ini, sosok yang selalu menunjang dan mendukung kerja-kerja seni termasuk di bidang kolintang, adalah Penny Marsetio yang merupakan ketua Persatuan Insan Kolintang Nasional (PINKAN) Indonesia.

Dalam sebuah kesempatan diskusi, Dwiki menegaskan bahwa kolintang harus bergaung ke seantero Indonesia bahkan mancanegara, maka penciptaaan karya musik kolaboratif ini tentu menjadi salah satu upaya untuk menggaungkan kolintang itu, aggar kolintang itu bunyi terus, seperti aslinya: tong ting tang. Album ini juga ‘ditemani’ oleh lahirnya sebuah buku, yang bukan kebetulan ditulis oleh pasangan/tandem Dwiki Dharmawan dalam album ini, yakni Ferdinand Soputan.

Baca Juga  Pertama Kalinya Kapolri Ajak Rapat Pejabat Polri di Sulut, Ini Alasannya

Ferdinand dalam bukunya menegaskan dalam pendahuluan buku ini (lihat halaman xxii-xxiii), bahwa sejatinya album rekaman yang telah dikerjakan ini, merupakan langkah pertama dalam upaya untuk, bukan hanya menjawab tantangan global terkait adanya perubahan dalam segala segi kehidupan, tetapi juga membuktikan bahwa musik kolintang itu sangat terbuka.

“Saya berpikir juga bahwa musik-musik berbasis tradisi dari daerah lain, memiliki kekhasan yang sama,” kata Ferdinand.

Diungkapkan Master Kajian Seni jebolah Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini, menegaskan bahwa perjalanan kami dalam proses rekaman dan proses penulisan buku ini memperjelas dan mempertegas bahwa kita harus berubah, dan kita jugalah yang harus membawa perubahan pada sebuah kebudayaan, peradaban, dan seni musik itu, karena kita sebagai subjek menjadi penentu perubahan itu.

“Maka dari itu, selanjutnya proses perubahan yang kami bawa saat ini adalah memulai dari ‘hal kecil’ yakni project musik bersama antara piano sebagai keahlian utama om Dwiki dan melodi kolintang yang merupakan keahlian saya. Setelah proses ini, maka kami juga akan melangkah ke model rekaman antara piano dengan kolintang dalam bentuk ansambel musik, yakni alat musik lengkap dengan semua alat yang merupakan standar penggunaan ansambel musik kolintang kayu Minahasa.” papar Ferdinand.

Di sisi yang sama, Ambrosius Loho yang merupakan Dosen Universitas Katolik De
La Salle Manado, selaku editor menyatakan bahwa: kerja seni/kerja budaya ini merupakan proses pengaplikasian nilai-nilai universal musik tradisional. Nilai-nilai itu nyata lewat keselarasan dalam memainkan dan menyaksikan (memberi perhatian) pada musik kolintang.

Baca Juga  50-an Tonaas dan Wulan se-Indonesia Bakal Hadiri Rakernas LMI Siang Ini

“Melalui keselarasan, kita bukan hanya mulai berusaha mengundang dimensi spiritual (motivasi dan semangat), tapi juga menyatukan diri dengan spirit kolektif (kebersamaan yang selaras) dan spirit kosmik (alam semesta),” ucapnya.

Maka lewat seni tradisional, lanjut Loho, kita mampu melihat sisi spirit kebersamaan dan spirit kesemestaan universal yang justru menyebabkan tumbuh dan berkembangnya harmoni dalam universalitas.

“Karenanya selalu dibutuhkan kembali saat-saat reflektif melalui karya-karya seni. Disitulah antar lain implikasi positif dari seni musik tradisional kolintang,” tandasnya. (JPc)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0